Komnas HAM Harus Selidiki 'Pemberedelan' Majalah Kampus

Foto sampul Majalah Kampus Lentera yang dibredel polisi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id - Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk Hak Asasi Manusia (PMS-HAM) meminta kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk melakukan penyelidikan mendalam terkait penarikan paksa Majalah Lentera berjudul 'Salatiga Kota Merah' oleh kepolisian.

"Hari ini kami kirim surat pengaduan kepada Komnas-HAM  terhadap masalah pemaksaan penarikan Majalah Lentera Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi (Fiskom) UKSW Salatiga, " kata Koordinator PMS-HAM Yunantyo Adi di Semarang, Senin 19 Oktober 2015.

Pihaknya meminta agar Komnas HAM menyelidiki, mengkaji, dan menilai tindakan Polres Salatiga dan pimpinan UKSW terhadap pengelola Majalah yang menulis peristiwa 1965 silam.

[Baca Juga: ]

Pihaknya pun menyayangkan sikap pihak terkait yang melakukan penarikan paksa dan upaya pembakaran terhadap majalah itu.

"Sewajarnya kepolisian berkoordinasi terlebih dahulu perihal majalah tersebut dengan Dewan Pers, namun hal ini tidak dilakukan," katanya.

Kronologis Kejadian

Awal mula polemik majalah itu, lanjut Yunantyo terjadi pada hari Minggu 18 Oktober 2015 lalu. Mahasiswa Fiskom yang mengelola lembaga pers mahasiswa Majalah Lentera saat itu didampingi unsur pimpinan Fiskom diminta datang ke di kantor Kepolisian Resort Salatiga pada pukul 08.00 WIB.

Di sana berlangsung dialog serta pemeriksaan oleh pihak kepolisian hingga pukul 15.00 WIB. Dalam kesempatan itu telah terkondisikan agar majalah yang beredar dilakukan penarikan.

"Muncul kabar bahwa majalah itu juga akan dimusnahkan dan dibakar dengan alasan kamtibmas supaya tidak menjadi masalah hukum, karena dikhawatirkan akan ada reaksi dari pihak ketiga, " katanya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun pihaknya, pemasalahan tersebut terjadi jelas lantaran dalam edisi kali ini majalah itu memuat informasi mengenai korban pelanggaran hak asasi manusia dalam Peristiwa 1965 di Kota Salatiga.

Polisi beralasan, penarikan itu dilakukan karena sampul majalahnya bergambar palu arit. Pemasalahan tersebut terjadi jelas lantaran dalam edisi kali ini majalah itu memuat informasi mengenai korban pelanggaran hak asasi manusia dalam Peristiwa 1965 di Kota Salatiga.

Yunantyo menambahkan, selain berkirim surat ke Komnas-HAM, hari ini pihaknya juga mengirim surat ke Dewan Pers di Jakarta. Isinya meminta agar Dewan Pers melakukan penyelidikan dan kajian mendalam terhadap tindakan kepolisian dan pimpinan UKSW terhadap pengelola Majalah Lentera yang dianggap membahayakan tersebut.