Konsumsi Daging Anjing di DIY Tinggi, Waspadai Rabies

Ritual Korban Anjing Untuk Dewa Besi Ogun
Sumber :
  • REUTERS / Afolabi Sotunde
VIVA.co.id
- Konsumsi daging anjing di wilayah DI Yogyakarta cukup tinggi. Dalam dua hari sekali, sekitar 60 ekor anjing dipotong untuk dihidangkan. Itu baru dari satu pemasok.


Hal ini disampaikan aktivis Animal Friend Jogja (AFJ), Angelina Pane, Jumat, 16 Oktober 2015. Kata Angelina, satu pemasok anjing ke Yogyakarta bisa mengirim sekitar 60 anjing dari wilayah Jawa Barat untuk disetorkan ke penjual tongseng atau sate jamu di wilayah Yogyakarta.


"Para pemasok anjing ini dalam satu minggu bisa mengirim 2 hingga 3 kali," ujar Angelina.


Warga Yogya yang gemar mengonsumsi daging anjing ini, menurut Angelina, lintas agama, usia dan latar belakang budaya. Oleh sebab itu, ia mendorong semua pihak agar menggalakkan penghentian konsumsi daging anjing.


"Banyak risiko kesehatan jika mengonsumsi daging anjing, terutama penyakit rabies. Apalagi, daerah pemasok anjing yang akan disembelih berasal dari daerah yang belum bebas penyakit rabies seperti Jawa Barat," ujar Angelina.


Jika tidak ada langkah pelarangan penjualan daging anjing, maka target pemerintah bebas rabies tahun 2020 tidak bisa tercapai.


"Sebenarnya kampanye setop konsumsi anjing merupakan pintu gerbang untuk mencegah konsumsi hewan tidak lazim lainnya seperti monyet," kata Angelina.


Marak restoran daging anjing

Tingginya konsumsi daging anjing juga dapat dilihat dari maraknya warung makan dengan menu daging anjing yang biasa disebut warung daging jamu.

Di wilayah Kabupaten Bantul, misalnya, terdapat puluhan warung jamu yang menyediakan menu tongseng, sate dan jenis makanan lain berbahan dasar daging anjing.


Salah satu penjual daging anjing yang enggan disebutkan namanya mengaku setiap hari bisa memotong tiga hingga lima ekor anjing untuk dijual kepada para pelanggannya.


"Kalau hari biasa sekitar 3 hingga 5 ekor anjing dengan berat daging sekitar 4 kilogram," katanya.


Untuk mendapatkan anjing, pria berkumis tipis ini mengaku mencari sendiri di berbagai wilayah di Yogyakarta.


"Kadang ada juga pedagang yang menyetor anjing hidup-hidup dengan harga kisaran Rp200 ribu hingga Rp300.000 per ekornya," tuturnya.


Dengan memotong 3 hingga 5 ekor anjing, ia mengaku mulai membuka warungnya mulai pukul 14.00 WIB dan tutup sekitar pukul 21.00 WIB. Namun, terkadang belum sampai jam 19.00 WIB daging anjing sudah habis.


"Setiap hari puluhan penggemar daging anjing yang datang ke warung. Penggemar daging anjing itu, mulai masyarakat biasa hingga pejabat DPRD Bantul," katanya.


Agar konsumen nyaman dan tidak terganggu dengan bau amis atau bau apek khas, maka anjing yang akan dipotong dibuatkan tempat tersendiri. Limbah pemotongan anjing juga dibuang di tempat tersendiri sehingga tidak mencemari lingkungan.


"Silakan cek warung saya dengan warung lain yang menjual daging kambing, pasti beda. Di sini bersih dan tidak bau anjing," katanya.


Untuk satu porsi daging anjing yang dimasak tongseng dijual dengan harga Rp15.000, jika ditambah nasi dan minum Rp20.000.


"Kalau ada konsumen yang membeli daging mentah maka per kilogramnya dijual Rp60.000," ujar pria yang sudah 10 tahun menjadi penjual daging anjing ini.


Dia mengaku di wilayah Bantul ini ada puluhan pedagang daging anjing yang membuka warung, dan selama ini pula tidak ditemukan adanya konsumen yang tertular penyakit rabies.


"Jika terkena penyakit rabies tentu saya dan keluarga saya yang lebih dahulu terkena, karena setiap hari dekat dengan anjing yang akan dipotong," ungkapnya.


Yuwono, salah satu penggemar daging anjing, mengaku tidak takut mengonsumsi daging anjing. Dia justru takut mengonsumsi daging kambing.

"Makan dua porsi tongseng anjing tidak pusing. Namun, satu porsi daging kambing bisa pusing kepala," tuturnya. (one)