Ekspor Pipa Timah dari DKI Jakarta Dikritik

Pertambangan Timah
Sumber :
  • VIVA/Nurcholis Anhari Lubis

VIVA.co.id - Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai volume ekspor pipa timah dari DKI Jakarta 2015 sungguh mencengangkan. Selama kurun waktu Januari – Mei 2015, ekspor pipa timah dari DKI Jakarta mencapai 3.205 ton.

Padahal, pada periode yang sama tahun 2014, volumenya hanya sebesar 341.342 kilogram. Berarti, selama setahun terjadi lonjakan volume ekspor pipa timah dari DKI Jakarta sebesar 1000 persen.

Yang lebih mengherankan, pada periode Januari – Mei 2015, saat terjadi ekspor besar-besaran pipa timah dari DKI Jakarta, volume ekspor timah batangan dari Bangka Belitung malah menunjukan angka nol, alias sama sekali tidak ada ekspor.

Menanggapi hal itu, Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Eka Mulya Putra, mengatakan hal tersebut perlu ditelusuri. Sebab, larinya timah dari Bangka Belitung ke Jakarta perlu diketahui rekam jejaknya. Apakah menggunakan surat izin perdagangan antar pulau (SIPAT), untuk mengirim timah antar pulau.

"Artinya, sekarang pemerintah daerah harus mengevaluasi izin-izin yang sudah dikeluarkan itu," kata melalui pernyataan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Sabtu 10 Oktober 2015.

Eka mempertanyakan, apa kepentingan di balik produksi pipa timah yang dilakukan oleh pabrik-pabrik di Jakarta. Apakah perusahaan bersangkutan sudah mengantongi surat Izin Usaha Industri (IUI) dan apakah bahan baku yang didapatkan berasal dari perdagangan yang legal, yakni lewat bursa timah (ICDX).

"Ini semua harus ditelusuri," ujarnya.

Menurut Eka, apabila eskpor pipa timah tersebut tidak sesuai aturan yang berlaku, maka sudah barang tentu melanggar hukum. Apalagi para pelaku ekspor bukanlah perusahaan yang menjadi anggota AETI yang terdaftar resmi di pemerintah.

Eka mencurigai, ini merupakan modus lama yang jika dianalisa sangat kentara kepentingannya untuk mengakali HS Code yang ditetapkan pemerintah dengan tujuan menghindari pajak.

"Bisa saja itu timah murni dengan kadar sn 99,99 persen. Pipa timah itu kadar sn paling tinggi 96 persen, tidak ada industri yang mau pipa dari timah. Jadi, bisa saja itu akal-akalan, jika sampai negara tujuan nanti dilebur lagi," imbuhnya.

Hal senada dilontarkan pengamat energi Marwan Batubara. Menurutnya, sudah jelas ada permainan dari pihak-pihak yang mencoba mengakali peraturan yang ada. Cara itu biasa dilakukan untuk menyiasati larangan ekspor mineral mentah dan untuk menghindari pajak.

"Bisa juga ngakunya pipa timah, padahal itu timah murni. Memang, timah ini sensitif terhadap segala bentuk penyelewengan. Ini harus dianalisa eksportirnya," ujar Marwan.

Marwan mengatakan, lembaga terkait seperti Kementerian ESDM, Pemda, Kepolisian, Kemendag, Kemenperin, Kemenkeu, Surveyor, dan Bea Cukai harus menelusuri ekspor pipa timah yang sedemikian besar dari Jakarta ini. Apalagi, Jakarta bukanlah daerah penghasil timah.

Menurutnya, kasus semacam ini sering kali terjadi. Namun, hingga kini belum ada pihak yang mampu mengatasinya. Bahkan, dia mencurigai ada aparat hukum yang bergerak melindungi aksi tersebut. "Jika penegak hukum yang harusnya mencegah malah ikut bermain, ini akan terus terjadi," tutur Marwan. (asp)