Ritual Makan Daging Setengah Matang di Candi Tawangalun
Sabtu, 10 Oktober 2015 - 06:16 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id - Candi Tawangalun adalah peninggalan kerajaan Majapahit di Sidoarjo, Jawa Timur. Candi ini terletak di desa Buncitan, Kecamatan Sedati.
Pembuatan candi tersebut atas perintah Raja Brawijaya II sebagai rasa cintanya kepada salah seorang selirnya bernama Putri Alun.
Untuk mencapai lokasi, dari Surabaya perempatan Gedangan belok kiri, lalu ke Betro. Sebelum SMP 2 Sedati atau Komplek Akademi Perikanan Sidoarjo ada pertigaan Masjid Buncitan Timur, belok kanan. Lebih tepatnya di belakang Akademi Perikanan Sidoarjo.
Penduduk setempat menyebutnya Sumur Windu. Lantaran pertama kali ditemukan, candi tersebut berbentuk sebuah gundukan batu bata yang mirip sumur karena di bagian tengahnya terdapat rongga.
Namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, akhirnya disimpulkan kalau gundukan batu bata itu adalah sebuah candi peninggalan di era Kerajaan Majapahit. Ini dibuktikan dengan banyaknya relief-relief indah yang menempel di tubuh candi tersebut.
Candi itu dibangun pada tahun 1292 masa Kerajaan Majapahit kala diperintah oleh Raja Brawijaya II. “Candi ini merupakan bukti cinta Raja Brawijaya II pada salah satu selirnya yang bernama Putri Alun,” ujar Syaiful Munir, juru kunci candi Tawangalun.
Menurutnya, Candi Tawangalun ini dibangun dengan penuh pengabdian dan cinta oleh warga atas perintah Raja. Bahan bangunan dicari yang terbaik, digarap serius. Warga juga tidak mengharapkan upah atau imbalan.
Ia menambahkan Putri Alun adalah anak dari Resi Tawang Alun yang berasal dari bangsa raksasa. Kisahnya saat Resi mengandung, ia ngidam daging setengah matang.
Kebiasaan mengonsumsi daging setengah matang sampai sekarang masih terus dilakukan oleh para ibu-ibu jika melakukan ritual di candi tersebut. Hingga kini candi ini masih dikeramatkan.
Warga percaya bahwa cikal-bakal dusun di tengah tambak itu tak lain didirikan oleh Putri Alun. Setiap malam Kamis dan bulan Purnama banyak orang yang datang di candi tersebut. Pengunjung yang datang selalu membawa sesaji seperti tumpeng dan kembang setaman.
Baca Juga :
Pembuatan candi tersebut atas perintah Raja Brawijaya II sebagai rasa cintanya kepada salah seorang selirnya bernama Putri Alun.
Untuk mencapai lokasi, dari Surabaya perempatan Gedangan belok kiri, lalu ke Betro. Sebelum SMP 2 Sedati atau Komplek Akademi Perikanan Sidoarjo ada pertigaan Masjid Buncitan Timur, belok kanan. Lebih tepatnya di belakang Akademi Perikanan Sidoarjo.
Penduduk setempat menyebutnya Sumur Windu. Lantaran pertama kali ditemukan, candi tersebut berbentuk sebuah gundukan batu bata yang mirip sumur karena di bagian tengahnya terdapat rongga.
Namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, akhirnya disimpulkan kalau gundukan batu bata itu adalah sebuah candi peninggalan di era Kerajaan Majapahit. Ini dibuktikan dengan banyaknya relief-relief indah yang menempel di tubuh candi tersebut.
Candi itu dibangun pada tahun 1292 masa Kerajaan Majapahit kala diperintah oleh Raja Brawijaya II. “Candi ini merupakan bukti cinta Raja Brawijaya II pada salah satu selirnya yang bernama Putri Alun,” ujar Syaiful Munir, juru kunci candi Tawangalun.
Menurutnya, Candi Tawangalun ini dibangun dengan penuh pengabdian dan cinta oleh warga atas perintah Raja. Bahan bangunan dicari yang terbaik, digarap serius. Warga juga tidak mengharapkan upah atau imbalan.
Ia menambahkan Putri Alun adalah anak dari Resi Tawang Alun yang berasal dari bangsa raksasa. Kisahnya saat Resi mengandung, ia ngidam daging setengah matang.
Kebiasaan mengonsumsi daging setengah matang sampai sekarang masih terus dilakukan oleh para ibu-ibu jika melakukan ritual di candi tersebut. Hingga kini candi ini masih dikeramatkan.
Warga percaya bahwa cikal-bakal dusun di tengah tambak itu tak lain didirikan oleh Putri Alun. Setiap malam Kamis dan bulan Purnama banyak orang yang datang di candi tersebut. Pengunjung yang datang selalu membawa sesaji seperti tumpeng dan kembang setaman.