NU: Alasan Pembatasan Usia KPK Tak Jelas
Kamis, 8 Oktober 2015 - 09:48 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id - Nahdlatul Ulama (NU) memprotes keras naskah revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang salah satu poinnya adalah pembatasan usia lembaga itu hanya sampai 12 tahun. Artinya, berdasarkan rancangan revisi itu, keberadaan KPK hanya sampai tahun 2028, dan setelahnya otomatis bubar.
NU menilai draf revisi itu tidak mencerminkan kesadaran kolektif atau semangat antikorupsi masyarakat. Padahal korupsi adalah extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa karena menyangkut kehidupan banyak orang.
Kalau keberadaan KPK dibatasi hanya sampai tahun 2028, sementara korupsi masih marak atau bahkan kian masif, hal itu sama dengan negara menoleransi korupsi.
"Karena itu, sangat bisa dipahami apabila terjadi penolakan publik terhadap gagasan (pembatasan usia KPK) itu," kata Robikin Emhas, Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan Pengurus Besar NU, melalui keterangan tertulis kepada VIVA.co.id pada Kamis, 8 Oktober 2015.
Robikin, yang juga pengacara konstitusi, berpendapat bahwa sejauh ini draf revisi undang-undang yang akan membatasi usia KPK itu tak memiliki dasar argumentasi hukum yang jelas. Bahkan tanpa ratio legis atau pertimbangan/nalar hukum yang masuk akal. "Boleh dikatakan tidak memiliki basis argumentasi dan ratio legis yang memadai."
Baca Juga :
NU, kata Robikin, dalam Muktamar ke-33 pada Agustus 2015, telah merekomendasikan agar koruptor dihukum mati. Keputusan itu dibuat karena NU memandang tindak pidana korupsi tak boleh ditoleransi. Soalnya korupsi menyangkut hak hidup manusia.
"Daya rusak korupsi langsung menyentuh kehidupan ekonomi masyarakat di tingkat akar rumput," ujarnya.
Dalam keadaan seperti itu, dia berargumentasi, politik pembangunan hukum harus memperkuat institusi penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi. Semua lembaga penegak hukum, yaitu KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, harus diperkuat, bukan dilemahkan atau dibatasi masa keberadaannya.
Selain itu, pembentuk undang-undang melalui proses legislasi, harus terus mendorong tata kelola pemerintahan yang makin akuntabel dan transparan serta terus mengupayakan tumbuh-kembang budaya antikorupsi di masyarakat.