Cerita Kapolres Gendong Korban Aviastar Pakai Sarung

Warga menggendong jenazah korban Aviastar
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang

VIVA.co.id - Sepuluh jenazah korban jatuhnya pesawat Aviastar di kawasan Pegunungan Pajaja Latimojong, Sulawesi Selatan, tengah diidentifikasi Tim Disaster Victim Indentification (DVI) Polda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar). Identifikasi dilakukan sebelum diserahkan kepada pihak keluarga.

Kesepuluh korban tewas ini hampir seluruhnya mengalami luka bakar serius, sehingga korban sulit dikenali. Polisi mengidentifikasi korban dari properti yang melekat di tubuh korban dan menggunakan data pembanding dari keluarga korban (antemortem).

Kapolres Luwu, AKBP Adex Yudian, yang pertama kali menemukan pesawat dan korban di Pegunungan Pajaja, Latimonjong, mengaku miris saat melihat kondisi korban pesawat nahas tersebut. Korban ditemukan tak jauh dari serpihan badan pesawat di atas tebing.

"Innalillahi, kami menangis melihat kondisi mayatnya," kata Adex Yudiswan dalam wawancara bersama tvOne, Rabu, 7 Oktober 2015.

Adex bersama timnya yang dibantu warga sekitar, akhirnya bisa menemukan 10 jenazah di sekitar lokasi. Adex bersama warga mengevakuasi korban dengan peralatan seadanya. Dia bahkan membawa mayat korban Aviastar yang masih bayi dengan cara menggendongnya menggunakan sarung.

"Kami lakukan pengangkatan (mayat korban) itu tanpa sarung tangan di tengah hutan di atas gunung, untuk menghargai jiwa mereka, dan rasa kemanusiaan," ujar Adex.

Penemuan korban Pesawat Aviastar yang dinyatakan hilang kontak sejak beberapa waktu lalu itu bermula ketika dia bersama tim dari Polri, Basarnas, TNI dan warga sekitar memutuskan untuk berpencar mencari pesawat hilang beserta penumpangnya.

Tim dari Polri yang dia pimpin, mendapat tugas untuk mencari di kaki Gunung Latimonjong, pada Senin, 5 Oktober 2015, sekira pukul 15.00 Wita. Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam, Adex bersama tim dan warga tiba di puncak sekitar pukul 18.00 Wita.

"Kami istirahat semalam, esok paginya kami jalan lagi menuju empat bukit," kata Adex.

Berbuah Hasil

Pagi harinya, Selasa, 6 Oktober 2015, dia bersama tim dibantu warga, melanjutkan pencarian di empat bukit. Tiba di salah satu puncak bukit, tim memutuskan untuk rapat, untuk menfokuskan pencarian di Bukit Pajaja. Hal tersebut berdasarkan keterangan warga yang meyakini lokasi jatuhnya pesawat Aviastar.

Adex lantas meminta anak buahnya bersama warga untuk berangkat lebih awal sebagai tim pembuka jalan, mengingat jalur yang dilewati tergolong hutan 'perawan' atau belum pernah dijamah manusia. Adex dan tim lainnya mengikuti jalur yang dibuka oleh tim sebelumnya.

Pencarian berbuah hasil. Tim pembuka jalan bersama kepala desa melihat ada kepulan asap dari kejauhan. Kapolres lantas meminta timnya mendekat ke tempat asap ditemukan.

"Kami mendekat, dan kami melihat serpihan pesawat berikut korbannya," paparnya.

Saat ditemukan, Adex menuturkan kondisi pesawat hampir 90 persen terbakar, tersisa sayap dan ekor pesawat yang masih bisa dikenali.

Sementara serpihan pesawat lainnya tepencar ke sejumlah titik sejauh 500 meter. Dia menduga, pesawat jatuh menungkik menabrak tebing dengan kecepatan tinggi.

"Kemungkinan tidak ada perlambatan, sehingga daya rusaknya luar biasa. Kerusakannya 90 persen, sebagian besar bagian terbakar, yang utuh hanya sayap dan ekor yang lainnya terbakar semua," kata Adex.

Begitu juga dengan penumpang, yang seluruhnya dipastikan tewas karena mengalami luka bakar serius. Sedangkan asap yang sudah berhari-hari mengepul, berasal dari sisa kebakaran pesawat yang membakar lumut yang ada di lokasi penemuan.

"Jadi pesawat mendarat di lumut (terbakar). Itu (lumut) kalau kena api dia hidup terus, meresap ke dalam. Saat mengangkat korban sepatu saya sampai terbakar, jadi parah sekali," ucapnya.

Adex menegaskan, penemuan korban dan pesawat nahas ini merupakan kerja tim besar yang terdiri dari Basarnas, TNI, Polri dibantu warga sekitar.

Dia bahkan kagum dengan kemampuan warga sekitar dalam pencarian. Selain mengerti medan yang akan dilalui, kemampuan fisik warga sekitar juga sangat kuat.

"Kami baru satu meter, mereka (warga) sudah 10 meter di depan," ujar Adex. (ase)