Bambang Soesatyo: Paket Ekonomi II Belum Efektif

Rupiah Terus Melemah, IHSG Dibuka Naik
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - ‎Sekretaris Fraksi Golkar DPR Banbang Soesatyo mengatakan, paket kebijakan ekonomi jilid II yang dikeluarkan Presiden, Jokowi belum memperlihatkan akan turunnya dolar terhadap rupiah. Saat ini dunia usaha cenderung apatis melihat situasi saat ini, selain itu ancaman PHK ada di depan mata.

"Tidak elok juga kalau ada pihak yang hanya menyalahkan Bank Indonesia atas keterpurukan rupiah. Itu sama saja seperti buruk muka, cermin dibelah," katanya melalui pesan singkat yang diterima VIVA.co.id, Rabu, 30 September 2015.

Menurut dia, anjloknya rupiah lebih kepada faktor lemahnya pemerintahan dan ketidaksolidan Kabinet Kerja. Atas kondisi ini partai Golkar khawatir bila krisis ekonomi ini tidak lekas diatasi akan berubah menjadi krisis kepercayaan dan krisis politik yang membahayakan pemerintah Jokowi-JK.

"Gaya politik bagi-bagi jabatan direksi, komisaris BUMN kepada para pedukung Pilpres dan orang orang kritis pada posisi strategis tidak tepat. Yang dilakukan Presiden Jokowi bisa menumpulkan pengawasan masyarakat terhadap jalannya pemerintahan," katanya menambahkan.

Menurut anggota Komisi III DPR ini tanpa disadari cara bagi-bagi jabatan itu akan merugikan pemerintah sendiri. Karena, krisis ekonomi akan makin bertambah parah, karena BUMN yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi dipimpin oleh orang yang tidak tepat.

"Belum lagi disharmoni anggota kabinetnya seperti dibiarkan hingga membuat investor takut. Disharmoni di kabinet membentuk persepsi negatif terhadap pemerintah yang bisa memperburuk keadaan sebelum akhirnya berpotensi membuat pemerintahan ini tumbang sendiri," katanya.

Sebab, depresiasi rupiah yang berkelanjutan saat ini tidak hanya disebabkan oleh ketidakpastian global, tetapi penyebab utamanya justru bersumber dari istana, khususnya disharmoni di tubuh Kabinet Kerja. Ketelanjangan disharmoni di Kabinet Kerja menurunkan tingkat kepercayaan pelaku bisnis dan pasar uang kepada pemerintah.

"Untuk membalikkan persepsi negatif itu, Kantor presiden dan Kabinet Kerja harus satu suara, satu sikap dan seragam dalam data. Jangan lagi ada menteri yang bicara menurut versi dan data yang berbeda."

(mus)