Legenda Ikan Buta dan Lele Tinggal Tulang di Gua Ngerong
Sabtu, 19 September 2015 - 06:43 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id - Gua Ngerong terletak di Desa Rengel, Kecamatan Rengel, Tuban. Gua berdiameter tiga meter ini dari kejauhan tampak berwarna hitam di beberapa bagian, merupakan warna dari ribuan ekor kelelawar jenis Rousettus sp dan Rhinolopus sp.
Jenis kelelawar itu adalah yang hidup berkoloni dan bergelantungan di dinding dan menghasilkan bau menyengat akibat adanya kotoran yang terdapat pada berbagai tempat.
Baca Juga :
Jenis kelelawar itu adalah yang hidup berkoloni dan bergelantungan di dinding dan menghasilkan bau menyengat akibat adanya kotoran yang terdapat pada berbagai tempat.
Selain ribuan kelelawar terdapat pula ikan berbagai jenis dan kura-kura yang berada di aliran sungai sekitar gua. Dengan umpan kelenteng (biji kapuk randu) yang dijual oleh warga pengunjung bisa memberi makan ikan-ikan itu.
Konon menurut kepercayaan masyarakat setempat, di dalam gua juga terdapat ikan buta dan lele yang hanya tinggal kepala ekor dan tulangnya saja tapi masih hidup. Hanya saat tertentu saja ikan itu menampakkan diri. Warga percaya kalau ikan itu ratunya.
“Sebagian warga mempercayai ikan-ikan itu peliharaan Putri Ngerong yang merupakan jelmaan bidadari dan Senopati Kerajaan Gumenggeng yang dikutuk Dewa karena membuat kesalahan. Sehingga tak seorang pun yang berani menangkap ikan tadi,” ujar Edi, warga sekitar yang jadi pemandu wisata.
Konon sekira 2.000 tahun lalu berdirilah sebuah kerajaan Gumenggeng yang berpusat di dukuh Gumeng, Desa Banjaragung, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, yang dipimpin seorang raja bernama Raden Arya Bangah, yaitu putra dari Kyai Gede Lebe Lontang.
Karena berada di pegunungan kapur, kerajaan Gumenggeng mengalami kesulitan mengakses sumber air terlebih saat musim kemarau, sehingga masyarakatnya sering dilanda paceklik dan kekeringan panjang.
Hal inilah yang menggerakkan Arya Bangah untuk melakukan lelana brata atau laku batin demi mendapatkan petunjuk dari dewata.
Selanjutnya ia memperoleh petunjuk yang mengatakan bahwa bila ada yang berani bersemedi di puncak gunung (saat ini bernama Desa Andhong), maka Kerajaan Gumenggeng, akan selamat dari kekeringan.
Maka Arya Bangah mengadakan sayembara, dan bagi yang bersedia akan dihadiahi tanah luas. Mendengar sayembara ini, muncullah orang yang bersedia melakoni persyaratan, yaitu Kyai Jala Ijo.
Sesampai di bukit, sang kyai bertapa mengheningkan cipta supaya mendapatkan bisikan gaib. Akhirnya Kyai Jala Ijo mendapat petunjuk untuk mencukil tanah di sebuah tempat yang masih merupakan wilayah kerajaan.
Tak pelak Kyai Jala Ijo kemudian menancapkan tongkatnya dan mencukil tanahnya. Dari cukilan tanah itu berhasil mengeluarkan air dan berubah menjadi celah (gua) yang berbentuk menyerupai rong (terowongan atau lubang), yang kemudian diberi nama gua Ngerong.
“Pada hari-hari tertentu, orang berdatangan untuk nyekar atau sekadar membasuh muka dengan air Kali Ngerong. Para pengunjung percaya kalau sumber mata air dari gua Ngerong punya tuah, diyakini mampu memperlancar usaha, jodoh atau hal lainnya,” kata Edi.
Tak terlalu sulit untuk mencari lokasi goa yang terletak di kaki bukit kapur ini. Letaknya mudah diakses oleh kendaraan karena terletak di pinggir jalan desa Rengel yang menghubungkan Tuban dan Bojonegoro. Untuk masuk lokasi wisata ini pengunjung membayar retribusi sebesar Rp.3000. (ren)