Kisah Tragis Minak Jinggo, Tewas Dipenggal
Selasa, 8 September 2015 - 06:12 WIB
Sumber :
VIVA.co.id - Candi Minak Jinggo di Dusun Unggahan, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, merupakan salah satu bukti sejarah peninggalan Kerajaan Majapahit dan cerita besar tentang Minak Jinggo.
Tak seperti candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya, Candi Minak Jinggo memiliki ciri sendiri dalam bahan bangunannya.
Jika kebanyakan candi-candi peninggalan Majapahit terdiri dari satu bahan saja, apakah batu bata atau batu andesit, beda dengan Candi Minak Jinggo. Bahan bangunan merupakan rangkaian dari batu andesit dan batu bata.
Sayangnya, saat ini kondisinya berserakan. Batu andesit kuno dengan berbagai macam ragam dan bentuk tak lagi tertata apik. Ceceran benda bersejarah itu hanya dilindungi atap plastik yang sudah lapuk.
Beberapa benda kuno yang berhasil diangkat dari bangunan utama, juga terkesan terabaikan dan dibiarkan tercecer di luar bangunan utama candi. Benda-benda bersejarah ini, tertumpuk begitu saja seolah tak memiliki nilai apapun.
Masyarakat Dusun Unggahan, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan menyebut candi ini sebagai Candi Minak Jinggo. "Candi ini dalam buku Negarakertagama disebut sebagai tempat Raja Hayam Wuruk melakukan ritual," ujar budayawan Trowulan, Dimas Cokro Pamungkas.
Meski beberapa kali dilakukan penggalian terhadap candi yang memiliki luas lahan sekitar 1,5 hektare ini, tetapi sampai saat ini belum juga dilakukan pemugaran.
Kali pertama dilakukan penggalian tahun 1977 silam. Penggalian perdana di era penjajahan Belanda itu, ada beberapa patung raksasa yang ditemukan. Setelah itu, penggalian tak berlanjut. Bekas galian pun ditutup kembali. Dan tahun 2007 dilanjutkan kembali.
Sayangnya, penggalian kedua juga tak tuntas. Entah apa sebabnya. Sampai pada tahun 2010 lalu, kembali dilakukan penggalian. Namun, penggalian ketiga ini pun tak sampai selesai. Meski beberapa benda kuno yang berhasil diangkat dari dalam candi, sebagian disimpan di BP3 Trowulan.
Sementara benda-benda lainnya ditaruh tak jauh dari lokasi penggalian. Meski sudah tiga kali dilakukan penggalian. Namun Candi Minak Jinggo belum bisa dilihat secara utuh.
Sejauh ini, upaya pemugaran belum dilakukan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim yang ada di Trowulan. Berbeda dengan candi yang sudah dipugar lainnya, nasib Candi Minak Jinggo terbengkalai.
Selanjutnya... Tempat kepala Minak Jinggo ditanam...
***
Tempat kepala Minak Jinggo ditanam
Candi Minak Jinggo terkait dengan kisah peperangan Minak Jinggo dengan Damar Wulan. "Candi ini diduga juga sebagai tempat ditanamnya kepala Minak Jinggo," ujar Dimas.
Konon pada saat itu, pemerintahan Majapahit terbagi menjadi dua yakni Majapahit Brangwetan dan Majapahit Brangkulon.
Majapahit Brangwetan dikuasai Bhre Wirabumi atau Minak Jinggo yang merupakan adipati Blumbung yang terletak di Blambangan. Sementara itu Brangkulon dikuasai oleh Gusti Putri Kencono Wungu yang merupakan putri dari Hayam Wuruk.
Dalam menyatukan Majapahit, Minak Jinggo mempunyai keinginan untuk menyunting Kencono Wungu. Tetapi Gusti Putri Kencono Wungu menolak permintaan Adipati Blambangan untuk menjadi pendamping hidupnya.
Pada suatu malam, Kencono Wungu mendapat wahyu bahwa ada seorang pemuda yang pekerjaannya mencari rumput yang sanggup mengalahkan Minak Jinggo. Di saat itu Patih Lohgender menerima keponakannya sendiri yang bernama Damarwulan untuk mengabdi di Kepatihan.
Maka Patih Lohgender menempatkan Damarwulan sebagai pekerja perawat kuda sekaligus pencari rumput. Patih Lohgender mempunyai seorang Putri Anjasmoro dan dua kakak kembar bernama Layang Seto dan Layang Kumitir.
Setelah menerima wahyu yang didapat dari Kencono Wungu tentang adanya seorang satria pencari rumput, maka Raden Damarwulan diberi tugas untuk menyingkirkan Adipati Blumbung.
Atas perintah Kencono Wungu maka Damarwulan menyerang Minak Jinggo di Blambangan dengan sabdo apabila Raden Damarwulan dapat memusnahkan Adipati Blambangan, maka akan menjadi pendamping hidup Kencono Wungu untuk pemerintahan Kerajaan Majapahit di era Brawijaya V.
Ternyata Anjasmoro, putri Lohgender juga ingin diperistri Damarwulan. Maka sebelum Damarwulan melaksanakan tugas untuk menyerang Blambangan, terlebih dulu dinikahkan dengan Anjasmoro.
Selanjutnya... Menikahi selir kembar Minak Jinggo...
***
Menikahi selir kembar Minak Jinggo
Sesampainya di Tlatah Blambangan, Damarwulan hampir saja kalah melawan Minak Jinggo. Namun, atas pertolongan selir kembar dari Adipati Blumbung yang bernama Waito dan Puyengan hingga akhirnya Minak Jinggo mampu dikalahkan. Hanya saja selir kembar tersebut meminta syarat kepada Damarwulan untuk menikahinya.
Maka sebagai bukti atas kemenangannya, maka Damarwulan membawa kepala Minak Jinggo sebagai persembahan kepada Putri Kencono Wungu. Maka hingga saat ini di desa Unggahan, kecamatan Trowulan ada petilasan Minak Jinggo.
Seketika itu Raden Damarwulan jumeneng menjadi raja Majapahit bergelar Brawijaya V didampingi permaisuri Kencono Wungu. Dalam perjalanannya Raden Damarwulan mengambil seorang selir dari negara Campa bernama Putri Campa atau Putri Dwara Wati.
Putri Dwara Wati mempunyai keponakan dari negara Campa bernama Raden Rahmat yang kemudian dipanggil ke Majapahit dan sekaligus diambil menantu oleh Brawijaya V dan setelah itu diberi tanah perdikah di Ujung Galuh (Surabaya).
Di akhir pemerintahan Damarwulan juga mempunyai seorang selir dari negara China bernama Putri Kian atau Shio. Pada saat hamil tua diserahkan kepada Adipati Arya Dhamar di Palembang. Yang kemudian terlahirlah seorang putra bernama Raden Patah. Cikal bakal berdirinya kerajaan kesultanan Islam pertama di Jawa, di Demak Bintoro.
Baca Juga :
Tak seperti candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya, Candi Minak Jinggo memiliki ciri sendiri dalam bahan bangunannya.
Jika kebanyakan candi-candi peninggalan Majapahit terdiri dari satu bahan saja, apakah batu bata atau batu andesit, beda dengan Candi Minak Jinggo. Bahan bangunan merupakan rangkaian dari batu andesit dan batu bata.
Sayangnya, saat ini kondisinya berserakan. Batu andesit kuno dengan berbagai macam ragam dan bentuk tak lagi tertata apik. Ceceran benda bersejarah itu hanya dilindungi atap plastik yang sudah lapuk.
Beberapa benda kuno yang berhasil diangkat dari bangunan utama, juga terkesan terabaikan dan dibiarkan tercecer di luar bangunan utama candi. Benda-benda bersejarah ini, tertumpuk begitu saja seolah tak memiliki nilai apapun.
Masyarakat Dusun Unggahan, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan menyebut candi ini sebagai Candi Minak Jinggo. "Candi ini dalam buku Negarakertagama disebut sebagai tempat Raja Hayam Wuruk melakukan ritual," ujar budayawan Trowulan, Dimas Cokro Pamungkas.
Meski beberapa kali dilakukan penggalian terhadap candi yang memiliki luas lahan sekitar 1,5 hektare ini, tetapi sampai saat ini belum juga dilakukan pemugaran.
Kali pertama dilakukan penggalian tahun 1977 silam. Penggalian perdana di era penjajahan Belanda itu, ada beberapa patung raksasa yang ditemukan. Setelah itu, penggalian tak berlanjut. Bekas galian pun ditutup kembali. Dan tahun 2007 dilanjutkan kembali.
Sayangnya, penggalian kedua juga tak tuntas. Entah apa sebabnya. Sampai pada tahun 2010 lalu, kembali dilakukan penggalian. Namun, penggalian ketiga ini pun tak sampai selesai. Meski beberapa benda kuno yang berhasil diangkat dari dalam candi, sebagian disimpan di BP3 Trowulan.
Sementara benda-benda lainnya ditaruh tak jauh dari lokasi penggalian. Meski sudah tiga kali dilakukan penggalian. Namun Candi Minak Jinggo belum bisa dilihat secara utuh.
Sejauh ini, upaya pemugaran belum dilakukan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim yang ada di Trowulan. Berbeda dengan candi yang sudah dipugar lainnya, nasib Candi Minak Jinggo terbengkalai.
Selanjutnya... Tempat kepala Minak Jinggo ditanam...
***
Tempat kepala Minak Jinggo ditanam
Candi Minak Jinggo terkait dengan kisah peperangan Minak Jinggo dengan Damar Wulan. "Candi ini diduga juga sebagai tempat ditanamnya kepala Minak Jinggo," ujar Dimas.
Konon pada saat itu, pemerintahan Majapahit terbagi menjadi dua yakni Majapahit Brangwetan dan Majapahit Brangkulon.
Majapahit Brangwetan dikuasai Bhre Wirabumi atau Minak Jinggo yang merupakan adipati Blumbung yang terletak di Blambangan. Sementara itu Brangkulon dikuasai oleh Gusti Putri Kencono Wungu yang merupakan putri dari Hayam Wuruk.
Dalam menyatukan Majapahit, Minak Jinggo mempunyai keinginan untuk menyunting Kencono Wungu. Tetapi Gusti Putri Kencono Wungu menolak permintaan Adipati Blambangan untuk menjadi pendamping hidupnya.
Pada suatu malam, Kencono Wungu mendapat wahyu bahwa ada seorang pemuda yang pekerjaannya mencari rumput yang sanggup mengalahkan Minak Jinggo. Di saat itu Patih Lohgender menerima keponakannya sendiri yang bernama Damarwulan untuk mengabdi di Kepatihan.
Maka Patih Lohgender menempatkan Damarwulan sebagai pekerja perawat kuda sekaligus pencari rumput. Patih Lohgender mempunyai seorang Putri Anjasmoro dan dua kakak kembar bernama Layang Seto dan Layang Kumitir.
Setelah menerima wahyu yang didapat dari Kencono Wungu tentang adanya seorang satria pencari rumput, maka Raden Damarwulan diberi tugas untuk menyingkirkan Adipati Blumbung.
Atas perintah Kencono Wungu maka Damarwulan menyerang Minak Jinggo di Blambangan dengan sabdo apabila Raden Damarwulan dapat memusnahkan Adipati Blambangan, maka akan menjadi pendamping hidup Kencono Wungu untuk pemerintahan Kerajaan Majapahit di era Brawijaya V.
Ternyata Anjasmoro, putri Lohgender juga ingin diperistri Damarwulan. Maka sebelum Damarwulan melaksanakan tugas untuk menyerang Blambangan, terlebih dulu dinikahkan dengan Anjasmoro.
Selanjutnya... Menikahi selir kembar Minak Jinggo...
***
Menikahi selir kembar Minak Jinggo
Sesampainya di Tlatah Blambangan, Damarwulan hampir saja kalah melawan Minak Jinggo. Namun, atas pertolongan selir kembar dari Adipati Blumbung yang bernama Waito dan Puyengan hingga akhirnya Minak Jinggo mampu dikalahkan. Hanya saja selir kembar tersebut meminta syarat kepada Damarwulan untuk menikahinya.
Maka sebagai bukti atas kemenangannya, maka Damarwulan membawa kepala Minak Jinggo sebagai persembahan kepada Putri Kencono Wungu. Maka hingga saat ini di desa Unggahan, kecamatan Trowulan ada petilasan Minak Jinggo.
Seketika itu Raden Damarwulan jumeneng menjadi raja Majapahit bergelar Brawijaya V didampingi permaisuri Kencono Wungu. Dalam perjalanannya Raden Damarwulan mengambil seorang selir dari negara Campa bernama Putri Campa atau Putri Dwara Wati.
Putri Dwara Wati mempunyai keponakan dari negara Campa bernama Raden Rahmat yang kemudian dipanggil ke Majapahit dan sekaligus diambil menantu oleh Brawijaya V dan setelah itu diberi tanah perdikah di Ujung Galuh (Surabaya).
Di akhir pemerintahan Damarwulan juga mempunyai seorang selir dari negara China bernama Putri Kian atau Shio. Pada saat hamil tua diserahkan kepada Adipati Arya Dhamar di Palembang. Yang kemudian terlahirlah seorang putra bernama Raden Patah. Cikal bakal berdirinya kerajaan kesultanan Islam pertama di Jawa, di Demak Bintoro.