Ratusan Calon Doktor Indonesia Dikirim ke Eropa
Senin, 24 Agustus 2015 - 15:43 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id - Sebanyak 150 mahasiswa pascasarjana asal Indonesia dikirim ke sejumlah negara-negara Eropa, seperti Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, dan Turki. Mereka adalah para kandidat doktor yang akan menempuh pendidikan strata tiga di negara-negara itu.
Sebagian di antara mereka juga menempuh studi di sejumlah negara lain, misalnya, Australia, Malaysia, Mesir, Arab Saudi Arabia, Jepang, Sudan, dan Kanada.
Para calon doktor itu adalah penerima beasiswa dari Kementerian Agama melalui program 5.000 doktor tahun 2015. Kementerian memang menargetkan memberikan beasiswa pendidikan pascasarjana kepada 5.000 mahasiswa. Sebanyak 150 mahasiswa studi di perguruan tinggi di luar negeri dan selebihnya di perguruan tinggi dalam negeri.
Ada dua jenis beasiswa yang dalam program itu. Pertama, beasiswa studi, yang merupakan bantuan studi strata 3 di perguruan tinggi dalam negeri kepada para dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan perguruan tinggi keagamaan Islam.
Kedua, bantuan biaya pendidikan bagi penyelesaian tesis dan disertasi. Bantuan diberikan kepada dosen dan tenaga kependidikan yang sedang menempuh pendidikan S2 dan S3 dengan biaya mandiri atau telah habis masa kontrak beasiswa yang terdahulu dan tidak sedang mendapat bantuan beasiswa serupa dari pihak lain.
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, melepas para penerima program beasiswa itu di Jakarta pada Senin, 24 Agustus 2015. Dia berpesan, terutama kepada para mahasiswa yang akan belajar di luar negeri, agar menjaga nama baik bangsa Indonesia. "Jaga sikap dan tindakan selama di luar negeri," kata Menteri.
Menteri juga berpesan kepada para penerima beasiswa agar membangun jaringan dengan sejumlah guru besar secara personal maupun kelembagaan. Soalnya, masing-masing penerima beasiswa membawa nama kampus mereka.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, berpesan agar para penerima beasiswa itu fokus pada studi. Soalnya beasiswa yang mereka peroleh sudah lebih dari cukup sehingga tak khawatir kekurangan biaya hidup atau biaya pendidikan.
"Jangan manfaatkan waktunya untuk bekerja, tapi semata untuk belajar," kata Kamarudin. (ase)