Elanto: Saya Tidak akan Hadang Moge Lagi
Senin, 17 Agustus 2015 - 06:50 WIB
Sumber :
- ANTARA/Regina Safri
VIVA.co.id - Jelang perayaan Kemerdekaan RI, yang jatuh pada Senin, 17 Agustus 2015, seorang warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Elanto Wijoyono (32), membuat heboh dunia maya dengan aksi nekatnya menghadang konvoi motor gede (moge). Konvoi moge itu diketahui hendak menghadiri acara Jogja Bike Rendezvous di kota tersebut.
Sabtu, 15 Agustus 2015, di Perempatan Condong Catur, Sleman, DIY, kekesalan Joyo --sapaan akrab Elanto-- mencapai puncaknya ketika aturan lampu merah tidak ditegakkan dengan baik karena kepentingan pihak tertentu. Alasan Joyo sederhana, ketika sistem sudah tidak berjalan, sebagai warga harus saling mengingatkan.
Dilansir VIVA.co.id, Minggu, 16 Agustus 2015 dari situs jaringan berita sosial, Rappler, curahan hati Joyo ditulis secara lengkap oleh Famega Syavira Putri. Berikut penggalan kutipan pernyataan Joyo mengapa aksi tersebut dilakukan.
"Target saya sederhana, kalau lampu merah mereka harus berhenti. Setelah beberapa kali lampu merah, polisi lalu lintas mau menuruti dan mengatur sesuai lampu.
Pesan sederhananya adalah, ini memang nampak sepele, cuma soal lampu merah dan soal pengawalan. Tapi kita bicara soal prinsip hukum, ada aturan, tapi sudah tidak ditegakkan. Apalagi pelakunya termasuk aparat kepolisian, walaupun mereka bisa berlindung di balik pasal karet. Saya sendiri berpikir ini tak pantas, seharusnya warga tak perlu sejauh ini ketika aparat bisa berfungsi."
Semua yang terjadi di ruang kota dan wilayah saling terkait, termasuk semua yang terjadi di ruang publik dan di jalan raya. Konvoi ini pun sebenarnya berhak memakai jalan, karena semua orang berhak membuat kegiatan. Tapi tentu saja aktivitas itu tidak boleh menganggu orang lain.
Di situlah perizinan, pengawasan dan sanksi seharusnya berperan dalam tata kelola pemerintahan wilayah. Tapi yang kita lihat khususnya di Jogja, yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan prinsip yang ada di aturan dan hukum.
Konvoi ini masih akan ada sampai Senin, tapi saya tak merasa perlu melakukan pencegatan lagi. Saya ingin melihat apakah aparat berfungsi. Kalau tidak, keterlaluan sekali jika aparat baru melakukan fungsinya setelah ada tekanan warga.
Siapa yang harus mengawal itu semua? Dalam dunia yang ideal, harapan ada di wakil rakyat. Tapi kita tahu, kita tak bisa mengandalkan mereka. Justru mereka jadi bagian dari masalah itu sendiri. Maka solusinya adalah gerakan warga.
Saya yakin sebenarnya warga sudah pernah bertindak di lokasi lain. Memang tidak semua orang punya kesempatan untuk bisa bertindak ketika melihat sesuatu yang salah. Bukan soal berani tak berani, tapi mungkin tak semua orang bisa atau punya kesempatan bertindak.
Baca Juga :
Warga sebagai sesama masyarakat harus bisa saling mengingatkan. Tidak ada orang yang bisa 100 persen benar. Ukuran selalu relatif sehingga komunikasi antar masyarakat selalu diperlukan.
Dalam jangka panjang, saya sebagai warga Jogja ingin ikut membangun modal sosial Jogja, membantu menyambung antar inisiatif. Siapapun bisa melakukan itu, siapapun bisa melanjutkan. Tentu saja itu harus rutin dan harus bergulir terus, entah sampai kapan, mungkin selamanya.
Baca Juga :