Begini Cara Pengadilan Menarik Aset Yayasan Supersemar

Konferensi pers Mahkamah Agung
Sumber :
  • VIVA/Fajar GM
VIVA.co.id
- Pakar Pemulihan Aset, Chuck Suryosumpeno menyatakan bahwa kasus dugaan penyelewengan dana beasiswa Supersemar merupakan kasus di ranah hukum perdata. Sehingga, menurutnya yang akan melakukan eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung nomor 140 PK/PDT/2015 itu adalah pengadilan.


Chuck yang juga seorang Kepala Kejaksaan (Kajati) Tinggi Maluku menyebutkan bahwa saat ini, dunia telah mengenal dua macam sistem pemulihan aset atau asset recovery, yaitu
voluntarily asset recovery
dan
forcing asset recovery .

Sehingga dua mekanisme ini dapat digunakan untuk menyita aset-aset Yayasan Beasiswa Supersemar untuk mengembalikan kerugian negara.

"Jadi apabila nanti pihak Yayasan bersedia melakukan voluntarily asset recovery (melaksanakan pemulihan aset secara suka rela atau tanpa paksaan) maka pendekatan oleh negara tidak perlu dengan pemaksaan atau
forcing
," ujar Chuck saat dihubungi media pada Sabtu, 15 Agustus 2015.


Chuck menilai sistem
voluntarily asset recovery
telah terbukti merupakan solusi termurah dan terbaik untuk menyita aset-aset tersebut. Namun, bila cara tersebut tidak bisa menarik aset yayasan, maka pengadilan terpaksa menggunakan sistem
forcing asset recovery
.


Sementara jika ternyata aset atau harta yayasan tersebut tidak mencukupi membayar ganti rugi yang telah ditetapkan, dan diduga masih terdapat aset di luar negeri, maka pengadilan dapat meminta pada NCP (National Contact Person) CARIN (Camden Asset Recovery Interagency Network) untuk Indonesia, guna melakukan penelusuran aset yang berada di luar negeri.


Yayasan Supersemar diketahui menyalahgunakan dana dengan cara memberi pinjaman dan menyertakan modal ke sejumlah perusahaan. Perusahaan tersebut di antaranya adalah perusahaan penerbangan Sempati Air dan Bank Duta.


Negara yang diwakilkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) yang saat itu dipimpin Basrief Arief mengajukan peninjauan kembali (PK) atas perkara Supersemar dan mewajibkan kepada Yayasan ini untuk membayar Rp4,389 triliun.


Kejaksaan Agung juga telah secara tegas menyatakan akan bersikap proaktif untuk  mendesak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk segera mengeksekusi aset-aset terkait denda tersebut. Bahkan, Jaksa Agung menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan verifikasi atas aset-aset yang dimiliki oleh Yayasan Supersemar.


"Kita akan lakukan verifikasi, inventarisasi sejauh mana aset-aset  yang ada dari yayasan Supersemar itu. Karena yang buat kan mantan Presiden Soeharto dan alih warisnya. Kita akan bicarakan baik-baik melalui pihak pengadilan," ujar Jaksa Agung HM Prasetyo saat ditemui media di Gedung Kejaksaan Agung, pada Jumat 14 Agustus lalu.