Keluarga Cendana: Banyak Pejabat Terima Beasiswa Supersemar

Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA.co.id - Putri kandung mendiang Presiden Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, mempersoalkan putusan Mahkamah Agung, yang mewajibkan keluarga Cendana membayar ganti rugi sebesar US$315 juta dan Rp139,2 miliar kepada Pemerintah Indonesia. Ini terkait perkara penyelewengan dana Beasiswa Supersemar.

Titiek mengaku heran, kenapa dana beasiswa Supersemar yang digunakan tersebut dianggap merugikan negara. Padahal, dana-dana itu sudah diberikan ke banyak siswa berprestasi tapi tidak mampu. Termasuk, disalurkan ke berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Titik mengatakan, para penerima beasiswa Supersemar yang tergabung dalam Keluarga Besar Penerima Beasiswa Supersemar (KBPBS), akan memberi kesaksian manfaatnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR ini mengatakan, banyak penerima beasiswa ini yang kini menjadi pejabat negara, termasuk Mensesneg Pratikno.

"Mereka (KBPBS) akan beri kesaksian, bahwa betapa manfaatnya uang yang diberikan oleh Yayasan Supersemar itu. Banyak yang jadi menteri juga ada, Mensesneg sekarang penerima beasiswa Supersemar," kata Titiek, di gedung DPR, Jumat 14 Agustus 2015. Dia tampaknya merujuk pada Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.

Banyak pejabat, yang juga menjadi penerima beasiswa ini. Namun Titik lupa siapa saja nama pejabat itu. Sementara Mensesneg Pratikno diyakini menerima karena sebelumnya merupakan Rektor Universitas Gajah Mada.

"Pokoknya rektor-rektor, banyak lah menteri-menteri saya nggak hafal. Kemudian gubernur, walikota, rata-rata penerima beasiswa Supersemar," ujar Titiek.

Titiek mengklaim, keluarganya tidak mengambil atau mengkorupsi dana beasiswa Supersemar itu. Bahkan, Titiek mengaku sudah menyalurkan beasiswa itu ke lebih dari dua juta siswa dan mahasiswa yang berprestasi tapi tidak mampu. Sehingga, uang tersebut kini sudah tidak ada lagi.

"Yayasan harus bayar uang segitu, ini uang yayasan sudah habis, duitnya bangkrut," katanya.

Dia menjelaskan, program beasiswa dari Yayasan Supersemar itu banyak manfaatnya. Terutama bagi keluarga tidak mampu tapi memiliki prestasi.

"Beasiswa supersemar diberikan pemuda pemudi Indonesia yang cerdas, tapi dari keluarga kurang mampu. Yang nerima itu orang-orang cerdas. 60 persen yang ada di Indonesia itu penerima supersemar," ujar Titiek.

Titiek mengaku heran, kenapa Mahkamah Agung memutuskan harus membayar dengan jumlah fantastis, hingga triliunan rupiah ini.

"Ya aneh. Orang nggak ada case nya. Ini tuntutan tahun 2008. 2008 keluar peraturan pemerintah bahwa punya yayasan itu, yang udah ini nggak usah diusut-usut lagi. Terus ini naik banding, mau usut apa lagi," kata Titiek.

Dalam putusan yang diketok pada 28 Oktober 2010 itu, Majelis Kasasi MA memerintahkan Yayasan Supersemar membayar uang denda dalam dua bentuk mata uang, yakni dolar AS dan rupiah.

Di bagian rupiah, seharusnya Supersemar membayar 75 persen dari Rp185.918.048.904,75. Tapi, ada tiga angka yang tidak dituliskan majelis kasasi, yaitu angka '048.'

Akibatnya, nominal yang harus dibayar Yayasan Supersemar pun salah, yakni hanya Rp139.229,178. Padahal, apabila pengutipan angka benar, jumlah yang harus dibayar oleh Supersemar adalah Rp139,2 miliar.

Di bagian mata uang dolar, putusan sudah tepat. Di mana Yayasan Supersemar harus membayar 75 persen dari US$420.002.910, yaitu US$315.002.183. Sehingga total, yayasan milik keluarga cendana itu seharusnya membayar US$315.002.183 dan Rp139,2 miliar ke negara. (ren)