Bupati Morotai Didakwa Menyogok Akil Mochtar Rp2,9 Miliar
Kamis, 13 Agustus 2015 - 13:44 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id - Bupati Pulau Morotai, Rusli Sibua, didakwa menyuap Akil Mochtar selaku hakim Mahkamah Konstitusi sebesar Rp2,989 miliar. Rusli didakwa bersama-sama Sahrin Hamid memberikan uang dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada Akil.
Baca Juga :
"Uang tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, yang ditangani oleh Akil Mochtar," kata Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ahmad Burhanuddin, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2015.
Jaksa menuturkan, rangkaian peristiwa suap diawali saat terdakwa mengikuti Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai pada 16 Mei 2011. Setelah rekapitulasi, Rusli yang berpasangan dengan Weni R. Paraisu kalah dari pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice.
Rusli kemudian mengajukan permohonan keberatan atas keputusan KPU kepada Mahkamah Konstitusi. Ia menunjuk Sahrin Hamid selaku penasihat hukum atas saran tim suksesnya, yakni Muchlis Tapi Tapi dan Muchammad Djuffry.
Sahrin lantas mengirimkan pesan singkat kepada Akil terkait permohonan gugatan Pilkada itu. Sahrin diketahui mengenal Akil pada saat sama-sama menjadi anggota DPR. Isi pesan singkat yang dikirim Sahrin sebagai berikut: "Pak, KPU Morotai lalukan manipulasi suara, perolehan di TPS sudah benar tapi oleh KPU dimanipulasi."
Atas gugatan sengketa Pilkada itu, Ketua MK menunjuk hakim panel dengan susunan Akil Mochtar sebagai Ketua merangkap Anggota, serta Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva sebagai anggota.
Ketika sidang gugatan tengah berjalan, Akil pernah menghubungi Sahrin yang menyampaikan agar Rusli menyiapkan uang Rp6 miliar agar gugatannya dimenangkan. Permintaan Akil kemudian disampaikan Sahrin kepada Rusli. "Terdakwa hanya menyanggupi sebesar Rp3 miliar dan meminta Sahrin Hamid untuk menyampaikannya kepada Akil," ujar Jaksa.
Akil sempat meminta uang itu diantar langsung ke kantor MK, namun ditolak Sahrin dengan alasan tidak berani. Uang kemudian diminta Akil ditransfer ke rekening CV Ratu Samagat.
Untuk memenuhi permintaan Akil, Rusli meminjam kepada Petrus Widarto yang nantinya akan dikompensasikan dengan nilai investasi Petrus di Kabupaten Pulau Morotai apabila Rusli menjadi Bupati.
Uang kemudian dikirim Rusli melalui Djuffy dan Muchlis dengan tiga kali setoran tunai ke rekening tabungan atas nama CV Ratu Samagat. Setelah uang diberikan, permohonan keberatan Pilkada Kabupaten Pulau Morotai dikabulkan oleh MK.
Perbuatan Rusli itu diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(mus)