NU-Muhammadiyah Sinergikan Islam Nusantara-Islam Berkemajuan
Jumat, 7 Agustus 2015 - 21:43 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Zabur Karuru
VIVA.co.id - Dua organisasi massa (ormas) Islam, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, bersepakat untuk menyinergikan visi ke-Islam-an masing-masing. NU mempopulerkan visinya melalui jargon Islam Nusantara, sedangkan Muhammadiyah dengan Islam berkemajuan.
Menurut Ketua Umum NU, Said Aqil Siroj, Islam Nusantara ala NU dengan Islam berkemajuan ala Muhammadiyah adalah modal besar bagi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Said Aqil mula-mula menjelaskan bahwa Islam Nusantara bukan mazhab atau aliran baru dalam Islam. Islam Nusantara sesungguhnya hanya penyederhanaan dari tipologi Islam Indonesia hasil perpaduan antara Islam dengan tradisi dan kebudayaan Nusantara.
Islam Nusantara, kata Said, merupakan Islam yang ramah, toleran, berakhlakul karimah dan berkarakter kebangsaan serta berkeadilan sosial. Karakter-karakter itu, menurutnya, tak dimiliki Islam di negara-negara lain, terutama di kawasan Timur Tengah.
Sejauh ini, Said menambahkan, negara-negara Islam di kawasan itu belum mampu menyatupadukan atau menyelaraskan agama Islam dengan nasionalisme. Akibatnya pula, banyak negara muslim di Timur Tengah yang mengalami konflik berkepanjangan.
Baca Juga :
“Islam Nusantara jauh berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Mereka belum selesai memadukan Islam dengan nasionalisme,” kata Said dalam perbincangan dengan tvOne pada Jumat malam, 7 Agustus 2015.
Said mengingatkan komitmen NU pada kebangsaan Indonesia dengan kisah KH Hasyim Asy’ari, ulama yang mendirikan organisasi itu pada 1926. Hasyim Asy’ari dahulu tak pernah berhenti berdoa agar Indonesia segera merdeka dari penjajahan.
“Itu artinya NU menyatukan semangat agama dan semangat kebangsaan (nasionalisme)," kata Said.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir, menjelaskan tentang visi Islam berkemajuan. Menurutnya, visi itu ialah cita-cita menjadikan Indonesia sebagai bangsa dan negara yang mampu mengejar berbagai ketertinggalan, misalnya ketertinggalan pendidikan, ekonomi, hukum, politik, dan lain-lain.
Dia menekankan secara khusus sistem politik dan ekonomi Indonesia yang cenderung bercorak liberal. Sistem itu, katanya, cenderung menjauhkan Indonesia dari cita-cita mewujudkan keadilan sosial. Ditambah praktik korupsi yang kian marak.
“Islam berkemajuan bisa bersinergi dengan Islam Nusantara. Kita (NU dan Muhammadiyah) bisa mendesain itu. Itulah transfermasi Islam Indonesia untuk kemajuan Indonesia,” katanya.
Haedar mengingatkan tanggung jawab besar pemerintahan Presiden Joko Widodo, terutama dalam pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di saat perkonomian sedang lesu seperti sekarang. Di lain sisi, pemerintahan Joko Widodo juga harus fokus pada penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi.
“Kalau pemerintah bisa mengambil fokus pada hal-hal itu, saya optimistis dua-tiga tahun ke depan kita (Indonesia) akan lebih baik lagi. Jangan sampai kehilangan momentum,” katanya. (one)