Kasus Suap DPRD, KPK Periksa Ajudan Bupati Muba

Kediaman Bupati Muba yang digeledah KPK.
Sumber :
  • Foto: VIVA.co.id/Aji Yk Putra

VIVA.co.id - Ajudan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Pahri Azhari yang bernama Hariyanto menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat 7 Agustus 2015.

Dia diminta keterangannya dalam perkara dugaan suap DPRD Muba terkait persetujuan LKPJ 2014 dan Pengesahan APBD 2015.

"Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SF (Syamsuddin Fei)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha.

Selain Hariyanto, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota DPRD asal PDIP, Bambang Karyanto serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppeda) Muba, Faisyar.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Muba, Syamsudin Fei, juga akan diperiksa, namun dalam kapasitasnya sebagai saksi.

Priharsa Nugraha menyebut pemeriksaan sejumlah saksi adalah untuk melengkapi berkas penyidikan para tersangka.

Selain itu, Priharsa juga tidak menampik pemeriksaan saksi adalah untuk menelisik mengenai sumber uang suap kepada pihak DPRD. "Termasuk soal itu (sumber uang)," kata Priharsa saat dikonfirmasi.

Diketahui, Kasus dugaan suap ini terungkap ketika KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan pada 19 Juni 2015. Selain mengamankan sejumlah orang, KPK juga menemukan uang tunai sekitar Rp2,567 miliar dalam pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu yang diduga merupakan uang suap.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pemberian uang uang ketika itu bukan yang pertama kali. Sebelumnya sudah ada sejumlah uang yang diduga diberikan kepada puluhan anggota DPRD Muba pada Januari 2015.

Jumlah uang yang diberikan ketika itu disebut-sebut tidak jauh berbeda dengan uang yang ditemukan KPK pada saat tangkap tangan.

Pemberian pertama dilakukan pada sekitar bulan Januari 2015. 45 orang legislator disebut-sebut turut menerima uang dengan jumlah yang bervariasi.

Rinciannya adalah 33 anggota DPRD Muba masing-masing sebesar Rp50 juta, 8 Ketua Fraksi masing-masing sebesar Rp 75 juta, dan 4 pimpinan DPRD Muba masing-masing sebesar Rp100 juta.

Pada pemberian pertama itu, uang suap disebut bersumber dari dana talangan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Pahri Azhari dan istrinya Lucianty Pahri.

Uang itu disalurkan melalui Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Syamsudin Fei, yang kemudian didistribusikan ke pihak DPRD melalui seorang kurir.

Sementara untuk selanjutnya, uang suap sebesar Rp2,56 miliar diduga diperoleh dari hasil patungan beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Muba, atas perintah Pahri dan istrinya, Lucianty yang merupakan politikus Partai Amanat Nasional dan anggota DPRD Provinsi Sumsel 2014-2019.

Namun, uang suap yang disalurkan masih melalui Syamsudin Fei itu belum sempat dibagikan kepada para anggota DPRD Muba. Lantaran Tim Satgas KPK keburu melakukan tangkap tangan.

Pemberian pada saat operasi tangkap tangan itu juga disebut bukan yang terakhir. Pemberian kedua itu merupakan suap kedua dari yang dijanjikan diberikan kepada DPRD Muba. Total Commitment Fee pemberian disebut-sebut lebih dari Rp10 miliar.

Sebelumnya, KPK telah menangkap empat orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Musi Banyuasin tahun anggaran 2014 dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Muba tahun anggaran 2015.

Empat orang itu, antara lain, anggota DPRD asal PDIP, Bambang Karyanto; anggota DPRD asal Partai Gerinda, Adam Munandar; Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Muba Syamsudin Fei, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppeda) Muba, Fasyar.

Mereka ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan ketika tengah melakukan pertemuan di kediaman Bambang di Jalan Sanjaya, Alang-alang, Palembang, Sumatera Selatan, pada Jumat malam, 19 Juni 2015.

Bambang dan Adam yang diduga sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Syamsudin dan Fasyar yang diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ase)