Menteri Sosial Berharap BPJS Dibahas di Muktamar NU

Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berharap Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama bisa membedah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Semoga ada diskusi mendalam tentang ini (fatwa haram BPJS),” kata Khofifah kepada wartawan usai halalbihalal di Yayasan Pendidikan Khadijah di Surabaya, Sabtu, 1 Agustus 2015.

Menurut Khofifah, program BPJS lahir dari undang-undang yang dibahas Pemerintah dengan DPR. Semua partai politik dan fraksi juga telah menyepakati BPJS. Maka undang-undang itu bisa dijadikan sebuah referensi dalam program.

“Undang-undang ini mengamanatkan negara untuk melindungi kesehatan rakyat, dan program pemerintah ini sudah sesuai dengan jalurnya,” katanya.

Bahkan, karena itu fatwa, Khofifah mengutip satu hadist Nabi Muhammad, yang artinya menjelaskan bahwa pemerintahan yang baik akan membelanjakan anggaran negara untuk kesejahteraan rakyatnya. Sementara kesejahteraan rakyat itu rata-rata di dunia, termasuk Indonesia, adalah indeks pembangunan manusia yang terdiri atas kesehatan, pendidikan dan pendapatan per kapita masyarakat.

“Kalau manusia tidak sehat, maka tidak akan produktif dan tidak sejahtera," ujarnya.

BPJS, menurut Khofifah, telah melindungi kesehatan rakyat, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Dia pun sangat berharap program pemerintah itu bisa dijadikan salah satu materi bahtsul masail (pembahasan masalah keagamaan/masyarakat dalam kajian hukum Islam) di Muktamar NU.

Khofifah menambahkan, persolan itu harus dikomunikasikan supaya masukannya lebih komprehensif. Dalam waktu dekat pemerintah mengundang berbagai elemen sosial-keagamaan, organisasi kemasyarakatan dan kalangan perguruan tinggi untuk membahas fatwa haram BPJS itu.

MUI mengeluarkan fatwa bahwa pelaksanaan program BPJS Kesehatan bertentangan dengan prinsip syariah Islam. BPJS Kesehatan dianggap bermuatan unsur gharar (penipuan), maisir (perjudian), dan riba (tambahan nilai/bunga bank).

Merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional MUI dan beberapa literatur, lembaga itu menyatakan program BPJS Kesehatan, termasuk modus transaksionalnya, belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam. Apalagi hubungan hukum dan akad antarpara pihak.

Wakil Ketua Umum MUI sekaligus Ketua Bidang Fatwa MUI, KH Ma'ruf Amin, mengatakan bahwa program BPJS Kesehatan tidak memenuhi aspek prosedural dan aspek substansial dalam fikih Islam. 

"Aspek prosedural yang pertama, BPJS Kesehatan harus dibuat didasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Nah, di BPJS Kesehatan ini tidak ada landasan itu, prosedur tidak sesuai," ujar Ma'ruf dalam konferensi pers pada Kamis, 30 Juli 2015. (ren)