Denda Jadi Salah Satu Penyebab BPJS 'Diharamkan'

Kantor Pusat BPJS Kesehatan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Kesehatan merupakan hak dasar setiap orang, dan seluruh warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kemudahan akses masyarakat pada fasilitas kesehatan.

Beberapa payung hukum yang dibuat adalah Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional(UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(UU BPJS).

Majelis Ulama Indonesia atau yang lebih dikenal MUI sebenarnya menyambut baik diterbitkannya UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS).

"MUI bersyukur karena pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, telah melakukan berbagai upaya, program, dan kegiatan untuk meningkatkan kemudahan akses masyarakat pada fasilitas kesehatan sehingga makin banyak warga masyarakat yang merasakan manfaat program BPJS tersebut," Kata Wakil Ketua Umum MUI sekaligus Ketua Bidang Fatwa MUI, KH Ma'ruf Amin , Jumat 31 Juli 2015.

Namun demikian, setelah diperhatikan, menurut MUI, program BPJS termasuk modus transaksional, khususnya BPJS Kesehatan. MUI menjelaskan, dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu'amalah, dengan merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI dan beberapa literatur.

Nampaknya bahwa secara umum program BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam.

"Jika dilihat, penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah, karena mengandung unsur gharar, maisir, dan riba," katanya.

MUI menjelaskan, dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah, maka dikenakan denda administratif sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu tiga bulan, denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.

Sementara, keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja, dikenakan denda keterlambatan sebesar dua persen perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu enam bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.

"Denda administratif sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang dikenakan kepada peserta akibat terlambat membayar iuran ini, apakah tidak bertentangan dengan prinsip syariah?" katanya menegaskan.

Perlu diketahui, sebelumnya diketahui Majelis Ulama Indonesia(MUI) mengeluarkan fatwa haram terhadap penyelenggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) Kesehatan. Keputusan MUI itu diketahui disampaikan dalam sidang pleno Ijtima Ulama ke-5 Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tahun 2015 di Pesantren At-Tauhidiyah pada tanggal 7-10 Juni 2015 lalu. (ren)