GP Ansor Minta Pembakaran Musala di Papua Diusut

Nusron Wahid.
Sumber :
  • VIVAnews/ Mohamad Teguh

VIVA.co.id - Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansro), Nusron Wahid, mengecam keras aksi pembakaran musala yang terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua.

Ketika umat Islam di dalamnya bersiap takbir salat Idul Fitri, pagi tadi, Jumat 17 Juli 2015, sekelompok orang melempari jemaah. Selain musala, beberapa kios dan rumah warga juga dibakar.

"Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah dijamin oleh konstitusi negara ini. Siapapun dan atas nama apapun tidak boleh ada yang mengganggu, apalagi sampai membakar tempat ibadah," kata Nusron Wahid, dalam keterangannya, Jumat 17 Juli 2015.

Nusron mendesak polisi harus mengusut tuntas aksi tersebut agar tidak melebar ke konflik dan kerusuhan yang mengatasnamakan agama.

Sekelompok orang tak dikenal melakukan pembakaran mushala di Tolikara ketika jemaah di dalamnya bersiap takbir salat Idul Fitri, pagi tadi.

Selain musala, beberapa rumah dan kios juga ikut dibakar. Atas kejadian itu, warga yang hendak melakukan salat Id di Lapangan Koramil Tolikara terpaksa membubarkan diri karena takut menjadi sasaran amuk massa.

Menurut Nusron, meski peristiwa itu tidak memakan korban jiwa maupun korban luka, tetapi sangat nyata tindakan itu melukai kehidupan umat beragama.

Meskipun kondisinya saat ini sudah kondusif, tetapi aparat keamanan harus mengusut pelaku untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum.

"Jangan sampai ini meluas menjadi konflik agama. Hukum harus ditegakkan, dan negara wajib menjamin warganya dalam menjalankan ibadah," ujar Nusron.

Kasus pembakaran musala serta beberapa kios dan rumah harusnya tidak terjadi. Apalagi, saat ini sedang momentum lebaran yang harusnya saling memaafkan. Maka dari itu, dia menilai tindakan tersebut sebagai perbuatan biadab yang tidak bisa ditolerir.

"Sungguh biadab dan mengusik rasa ketenangan sebagai sebuah bangsa," ujar Nusron.

Atas kasus tersebut, Nusron melihatnya sebagai pembelajaran bagi bangsa Indonesia, bahwa tidak ada tirani minoritas dan diktator mayoritas. Yang mayoritas, kata dia, tidak boleh semena-mena.

"Harus ada empati. Yang di basis Islam mayoritas Muslim tidak boleh sewenang-wenang, juga non Muslim yang mayoritas di basisnya jangan semena-mena," katanya. (ase)