Kasus Suap Akil Mochtar, Bupati Morotai Singgung Nama BW
Kamis, 9 Juli 2015 - 06:14 WIB
Sumber :
- setda.pulaumorotaikab.go.id
VIVA.co.id
- Bupati Morotai, Rusli Sibua menyebut ada keterlibatan Wakil Ketua KPK nonaktif, Bambang Widjojanto (BW) dalam sengketa Pilkada Morotai di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2011.
Demikian disampaikan Pengacara Rusli, Achmad Rifai usai mendampingi kliennya saat diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik KPK, Rabu malam 8 Juli 2015. Rusli merupakan tersangka kasus dugaan suap terhadap Hakim Konstitusi terkait penanganan sengketa Pilkada Morotai di MK.
Rifai menyebutkan, dalam pemeriksaan tersebut, kliennya dicecar sekitar 17 pertanyaan oleh penyidik. Termasuk mengenai pengacara yang mendampinginya dalam sidang sengketa Pilkada di MK. "Disampaikan beliau (Rusli) bahwa pengacara saya adalah pak BW," ujar Rifai.
Rifai menuturkan, awalnya adalah ketika Rusli meminta tolong kepada salah seorang pengacaranya bernama Sahrin untuk mendaftarkan gugatan sengketa Pilkada Morotai di MK. Tidak hanya itu, Rusli juga sempat meminta untuk dikenalkan dengan BW yang ketika itu masih berprofesi sebagai advokat.
Setelah sempat berdiskusi, BW akhirnya bersedia menjadi kuasa hukum Rusli dalam persidangan di MK. "Setelah itu tidak ada komunikasi lagi. Yang ada hanya hubungan pak BW dengan pak Rusli karena sebagai pengacara dan pak BW sebagai ketua tim, menurut beliau," kata Rifai.
Menurut dia, keterangan Rusli tersebut sudah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan kliennya. Pada BAP itu juga, Rusli membantah bahwa dia pernah menyuruh orang untuk mentransfer uang ke Akil Mochtar.
Usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka itu, Rusli langsung ditahan oleh penyidik. Rusli sempat menolak untuk menandatangani surat penahanannya.
Diketahui, KPK resmi menetapkan Bupati Pulau Morotai, Rusli Sibua sebagai tersangka kasus dugaan pemberian suap terhadap hakim Mahkamah Konstitusi.
Rusli diduga telah memberi atau menjanjikan sesuatu pada Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi dengan tujuan untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Pulau Morotai di MK tahun 2011.
Atas perbuatannya itu, Rusli disangka telah melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Seperti diketahui, dalam dakwaan, Akil disebut meminta uang untuk menyetujui keberatan hasil pilkada 2011 di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Akil menerima Rp2,989 miliar dari jumlah Rp6 miliar yang diminta.
Sengketa pilkada Pulau Morotai yang diikuti 6 pasang calon pada 16 Mei 2011 dimenangkan oleh pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice. KPU menetapkan pasangan tersebut sebagai bupati dan wakil bupati periode 2011-2016 dengan menerbitkan Surat Keputusan KPU pada 21 Mei 2011.
Penetapan hasil pilkada tersebut kemudian digugat ke MK antara lain oleh Rusli Sibua dan Weni R Paraisu dengan menunjuk Sahrin Hamid sebagai pengacara.
Saat permohonan keberatan hasil pilkada sedang diperiksa panel hakim, Sahrin Hamid sebagai pengacara Rusli Sibua menghubungi Akil melalui SMS. Akil menelepon Sahrin Hamid agar menyampaikan kepada Rusli Sibua untuk menyiapkan uang Rp6 miliar.
Permintaan ini diteruskan Sahrin ke Rusli Sibua di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Akan tetapi, Rusli Sibua hanya menyanggupi Rp3 miliar.
Rusli Sibua lalu mengirim uang sebesar Rp2,989 miliar melalui tiga kali setoran tunai ke rekening CV Ratu Samagat dengan menulis "angkutan kelapa sawit" sebagaimana diminta Akil. Uang dikirim bertahap yakni Rp500 juta pada 16 Juni 2011, Rp500 juta juga pada 16 Juni 2011, dan Rp1,989 miliar pada 20 Juni 2011.
Baca Juga :
Setelah uang terkirim, pada persidangan 20 Juni 2011, MK memutuskan mengabulkan permohonan Rusli Sibua dan Weni R Paraisu. Dalam amarnya, MK membatalkan berita acara tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada oleh KPU Kabupaten Pulau Morotai tanggal 21 Mei 2011.