Menguak Kisah Raja Majapahit Masuk Islam

Urban Legend
Sumber :
VIVA.co.id
-  Diceritakan dalam babad Tanah Jawi bahwa, Prabu Brawijaya V  telah memeluk agama Islam sehingga sebenarnya di akhir kejayaan, Majapahit menjadi kerajaan Islam.


Alkisah,  Prabu Brawijaya V juga menyatakan akan memeluk agama Islam, saat itu ia kedatangan dua tamu besar, Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Raja Cermain di Istana Majapahit saat masih berkuasa.

 

Kedua tamunya itu datang untuk mengenalkan agama Islam kepadanya, dalam rombongan itu terdapat Dewi Sari, putri Raja Cermain dari Campa yang cantik jelita.


Mendengar penjelasan para tamunya, Brawijaya V bersedia menjadi mualaf asalkan bisa menikahi Dewi Sari. Ujung kisah tidak terlalu jelas tentang pernikahan mereka.

 
Versi lain , Brawijaya V di akhir kekuasaannya diislamkan oleh Sunan Kalijaga. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Brawijaya tidak mau masuk Islam, ia bertapa  ke Gunung Lawu hingga moksa. Dan hingga saat ini masih menjadi sebuah kisah yang belum terungkap.
 

Suatu hari, Brawijaya V mendapat berita bahwa Raden Patah sedang memimpin penyerbuan ke Madjapahit. Sehingga Prabu Brawijaya pergi meninggalkan istana menuju ke Blambangan untuk minta bantuan dari kerajaan dari Bali.

 

Dalam pelarian Prabu Brawijaya, Raden Said(Sunan Kalijaga) menyusul Prabu Brawijaya V. terjadilah pertemuan di Blambangan, di mana Raden Said menghentikan niat Prabu Brawijaya V meminta bantuan dari kerajaan di Bali. Terjadilah dialog yang legendaris antara Sunan Kalijaga dan Brawijaya V.

 

Dalam dialog itu, Prabu Brawijaya minta kepada Raden Sahid atau Sunan Kalijaga, sepeninggalnya diminta mengasuh anak cucunya. Terutama  dititipkan  Raden Bondhan Kejawen, anak Brawijaya dengan satu diantara emban keraton.


Selanjutnya... Pesan Terakhir Brawijaya...




Pesan Terakhir Brawijaya


Sunan Kalijaga diminta mengasuh seluruh keturunannya. Diramalkan oleh Ayahnya, bahwa  Bondan Kejaen yang akan menurunkan lajere (pemimpin) tanah Jawa.


"Jika  nanti aku sudah berpulang ke zaman keabadian, makamkan aku di Majapahit, buatkanlah aku makam di sebelah timur laut Kolam Segaran. Namailah makamku Sastrawulan. Sebarkan berita bahwa yang dimakamkan di situ adalah istriku, Puteri Campa," kata Prabu Brawijaya.


Sastra bermakna tulisan, wulan bermakna pelita dunia (rembulan). Ini melambangkan keutamaan yang hanya seperti rembulan . Jika masih ada cahaya rembulan, kelak, biar semua orang Jawa tahu bahwa saat dirinya mangkat (meninggal), telah memeluk agama Islam.


"Aku meminta kepadamu agar kelak kamu mengabarkan bahwa yang dimakamkan di sana adalah Putri Cempa, bukan aku, sebab aku telah dianggap seperti wanita (disepelekan) oleh anakku sendiri, tidak lagi dianggap sebagai lelaki, hingga sedemikian teganya dia menyia-nyiakan ayahnya sendiri," ujar Brawijaya.


Selesai memberikan wasiat, Sang Prabu segera bersedekap, lalu meninggal dunia. Jenazahnya lantas dimakamkan di Astana Sastrawulan, Majapahit. Hingga hari ini, makam Prabu Brawijaya terkenal sebagai makam Puteri Campa di Trowulan, Mojokerto.