Dua Tahun Terusir Usai Tragedi Sampang
Senin, 22 Juni 2015 - 22:10 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Dwi Agus Setiawan
VIVA.co.id
- Beberapa lembaga pendamping para pengungsi Syiah Sampang bersuara lantang mempertanyakan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan korban pengungsi akibat konflik sektarian. Dua tahun setelah pihak berwenang setempat mengusir paksa komunitas Muslim Syiah dari tempat penampungan sementara di sebuah gelanggang olahraga di Sampang, Madura, Jawa Timur, pada 20 Juni 2013, hingga kini mereka hidup sebagai pengungsi di Rumah Puspa Agro Sidoarjo.
Organisasi yang mendesak Presiden di antaranya Amnesty International, Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina, dan
the Asian Muslim Action Network
(AMAN) Indonesia.
“Dua tahun mereka dibiarkan tanpa skema apa pun untuk memulangkan mereka kembali ke kampung halaman,” ujar Koordinator Kontras Surabaya Fatkhul Khoir kepada
VIVA.co.id,
Senin 22 Juni 2015.
Kontras bersama beberapa organisasi itu mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah segera, memastikan pemulangan mereka yang aman, sukarela, dan bermartabat ke rumah-rumah mereka. “Sebab, selama ini mereka diizinkan pulang asal mau berpindah keyakinan. Ini bentuk pemaksaan dan teror atas hak berkeyakinan,” katanya.
Diketahui, tragedi pengusiran 20 Juni 2013 merupakan pengusiran paksa kedua yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari setahun. Pada Agustus 2012, mereka diusir dari rumah-rumah mereka di Kabupaten Sampang setelah sebuah kelompok massa anti-Syiah menyerang kampung mereka. Pemimpin religius mereka Tajul Muluk divonis bersalah atas penodaan agama dan dihukum empat tahun penjara di bawah Pasal 156(a) dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca Juga :
“Sejauh ini, hampir semua anggota komunitas ini menolak untuk pindah keyakinan. Tapi mereka selalu diteror dan dipaksa untuk pindah keyakinan. Pemerintah tidak pernah serius menyelesaikan konflik sektarian ini.”