Mengintip Tes Keperawanan Calon Pengantin di Candi Sukuh
Rabu, 17 Juni 2015 - 06:31 WIB
Sumber :
VIVA.co.id - Untuk memastikan apakah pasangan masih perawan atau tidak bukan sesuatu yang mudah dan selama ini dianggap tabu di masyarakat.
Namun, di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, sejak zaman dahulu masyarakat sudah mengenal cara untuk memastikan apakah anak gadis atau pasangan wanita masih perawan atau tidak.
Sebuah candi bernama Candi Sukuh berdiri kokoh di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar meskipun menurut sejarah, candi ini dibangun pada sekitar abad ke-15 masyarakat Hindu Tantrayana.
Meski sudah berusia ratusan tahun, namun dalam catatan sejarah, candi ini merupakan candi termuda dalam sejarah pembangunan candi di Bumi Nusantara.
Candi ini dibangun pada masa akhir runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kompleks situs purbakala Candi Sukuh berada di ketinggian 910 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Karena itulah, suhu di sekitar candi sangat sejuk. Ditambah lagi dengan panorama alamnya yang sangat indah dan memukau mata.
Selanjutnya... Tes Keperawanan Calon Pengantin...
***
Tes keperawanan calon pengantin
Memasuki kompleks candi, pintu masuknya melalui sebuah gapura. Pada sisi gapura sebelah utara terdapat relief manusia ditelan raksasa yakni sebuah sengkalan rumit atau candrasengkala yang bisa dibaca gapura (9), buta ,(5) mangan ,3) wong (1) atau gapura raksasa memakan manusia, merujuk tahun yakni 1359 Saka, atau tahun 1437 Masehi, tahun dimana pembangunan gapura pertama selesai.
Di sisi selatan gapura juga terdapat relief raksasa yang berlari sambil menggigit ekor ular. Menurut candrasengkalanya berbunyi Gapura buta anahut buntut (gapura raksasa menggigit ekor ular), yang merujuk pula tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi.
Saat wisatawan menaiki anak tangga dalam lorong gapura, akan disuguhi relief yang bisa dibilang cukup erotis dan vulgar terpahat di lantai. Relief ini menggambarkan phallus yang berhadapan dengan vagina.
"Sebenarnya relief itu bukan vulgar atau porno, tapi relief ini adalah lambang kesuburan, ada filosofi yang terkandung di dalamnya," ujar Gunawan, petugas Candi Sukuh.
Relief tersebut sesungguhnya mengandung makna yang mendalam. Relief tersebut sengaja dipahat di lantai pintu masuk dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief itu segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna sebab sudah terkena suwuk.
Relief ini mirip lingga yoni, lambang kesuburan dalam agama Hindu yang melambangkan Dewa Syiwa dengan istrinya, Parwati.
Agus menambahkan, dari cerita buyutnya yang dulu bertugas sebagai juru kunci Candi Sukuh, relief ini untuk tes keperawan calon pengantin. Pengantin laki-laki yang ingin menguji kesetiaan calon istrinya, dia akan meminta kekasihnya melangkahi relief ini.
Tanda bahwa calon pengantian masih perawan atau tidak akan terbukti dengan kondisi kain kebaya yang dikenakan saat melangkahi relief.
Jika kain kebaya yang dikenakannya robek atau terjatuh, maka dia masih perawan.
Tapi sebaliknya, jika kainnya hanya terlepas, sang istri diyakini telah sudah tidak perawan.
Selanjutnya... Tes Perjaka...
***
Tes perjaka
Selain untuk tes keperawanan, relief itu juga bisa digunakan untuk mengetahui pengantin pria masih perjaka atau tidak.
Caranya pun sama, sang pria harus melengkahi relief itu dan jika pria tersebut tiba-tiba buang air kecil, maka menjadi bukti bahwa lelaki tersebut sudah tidak perjaka atau pernah melakukan perselingkuhan.
"Bertahun-tahun saya bertugas di candi Sukuh tidak menjumpai lagi tes keperawanan seperti itu. Sekarang yang masih dilakukan untuk kesuburan wanita. Jika ada suami istri yang belum dikarunai anak, mereka melakukan ritual di candi Sukuh ini. Selain itu kadang diadakan acara ruwatan dengan menggelar pertunjukan wayang kulit," ucapnya.
Sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, yang di dalamnya ada arca dengan ukuran kecil pula. Menurut mitologi setempat, candi kecil itu merupakan kediaman Kyai Sukuh, penguasa gaib kompleks candi tersebut. Ada juga arca garuda dua buah berdiri dengan sayap membentang.
Salah satu arca garuda itu ada prasasti menandai tahun saka 1363. Juga terdapat prasasti yang diukir di punggung relief sapi yang menyiratkan bahwa Candi Sukuh adalah candi untuk peruwatan.
Dengan bukti-bukti relief cerita Sudamala, Garudeya serta prasasti-prasasti, maka dapat dipastikan Candi Sukuh pada zamannya adalah tempat suci untuk melangsungkan upacara-upacara besar (ritus) ruwatan.
Sedangkan ditilik dari bentuk candi yang mirip dengan punden berundak, candi ini ditujukan sebagai tempat pemujaan roh-roh leluhur. Tradisi ruwatan juga masih dipelihara dengan baik masyarakat penganut Hindu yang berdiam di sekitar kawasan candi sampai sekarang.
Baca Juga :
Namun, di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, sejak zaman dahulu masyarakat sudah mengenal cara untuk memastikan apakah anak gadis atau pasangan wanita masih perawan atau tidak.
Sebuah candi bernama Candi Sukuh berdiri kokoh di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar meskipun menurut sejarah, candi ini dibangun pada sekitar abad ke-15 masyarakat Hindu Tantrayana.
Meski sudah berusia ratusan tahun, namun dalam catatan sejarah, candi ini merupakan candi termuda dalam sejarah pembangunan candi di Bumi Nusantara.
Candi ini dibangun pada masa akhir runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kompleks situs purbakala Candi Sukuh berada di ketinggian 910 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Karena itulah, suhu di sekitar candi sangat sejuk. Ditambah lagi dengan panorama alamnya yang sangat indah dan memukau mata.
Selanjutnya... Tes Keperawanan Calon Pengantin...
***
Tes keperawanan calon pengantin
Memasuki kompleks candi, pintu masuknya melalui sebuah gapura. Pada sisi gapura sebelah utara terdapat relief manusia ditelan raksasa yakni sebuah sengkalan rumit atau candrasengkala yang bisa dibaca gapura (9), buta ,(5) mangan ,3) wong (1) atau gapura raksasa memakan manusia, merujuk tahun yakni 1359 Saka, atau tahun 1437 Masehi, tahun dimana pembangunan gapura pertama selesai.
Di sisi selatan gapura juga terdapat relief raksasa yang berlari sambil menggigit ekor ular. Menurut candrasengkalanya berbunyi Gapura buta anahut buntut (gapura raksasa menggigit ekor ular), yang merujuk pula tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi.
Saat wisatawan menaiki anak tangga dalam lorong gapura, akan disuguhi relief yang bisa dibilang cukup erotis dan vulgar terpahat di lantai. Relief ini menggambarkan phallus yang berhadapan dengan vagina.
"Sebenarnya relief itu bukan vulgar atau porno, tapi relief ini adalah lambang kesuburan, ada filosofi yang terkandung di dalamnya," ujar Gunawan, petugas Candi Sukuh.
Relief tersebut sesungguhnya mengandung makna yang mendalam. Relief tersebut sengaja dipahat di lantai pintu masuk dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief itu segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna sebab sudah terkena suwuk.
Relief ini mirip lingga yoni, lambang kesuburan dalam agama Hindu yang melambangkan Dewa Syiwa dengan istrinya, Parwati.
Agus menambahkan, dari cerita buyutnya yang dulu bertugas sebagai juru kunci Candi Sukuh, relief ini untuk tes keperawan calon pengantin. Pengantin laki-laki yang ingin menguji kesetiaan calon istrinya, dia akan meminta kekasihnya melangkahi relief ini.
Tanda bahwa calon pengantian masih perawan atau tidak akan terbukti dengan kondisi kain kebaya yang dikenakan saat melangkahi relief.
Jika kain kebaya yang dikenakannya robek atau terjatuh, maka dia masih perawan.
Tapi sebaliknya, jika kainnya hanya terlepas, sang istri diyakini telah sudah tidak perawan.
Selanjutnya... Tes Perjaka...
***
Tes perjaka
Selain untuk tes keperawanan, relief itu juga bisa digunakan untuk mengetahui pengantin pria masih perjaka atau tidak.
Caranya pun sama, sang pria harus melengkahi relief itu dan jika pria tersebut tiba-tiba buang air kecil, maka menjadi bukti bahwa lelaki tersebut sudah tidak perjaka atau pernah melakukan perselingkuhan.
"Bertahun-tahun saya bertugas di candi Sukuh tidak menjumpai lagi tes keperawanan seperti itu. Sekarang yang masih dilakukan untuk kesuburan wanita. Jika ada suami istri yang belum dikarunai anak, mereka melakukan ritual di candi Sukuh ini. Selain itu kadang diadakan acara ruwatan dengan menggelar pertunjukan wayang kulit," ucapnya.
Sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, yang di dalamnya ada arca dengan ukuran kecil pula. Menurut mitologi setempat, candi kecil itu merupakan kediaman Kyai Sukuh, penguasa gaib kompleks candi tersebut. Ada juga arca garuda dua buah berdiri dengan sayap membentang.
Salah satu arca garuda itu ada prasasti menandai tahun saka 1363. Juga terdapat prasasti yang diukir di punggung relief sapi yang menyiratkan bahwa Candi Sukuh adalah candi untuk peruwatan.
Dengan bukti-bukti relief cerita Sudamala, Garudeya serta prasasti-prasasti, maka dapat dipastikan Candi Sukuh pada zamannya adalah tempat suci untuk melangsungkan upacara-upacara besar (ritus) ruwatan.
Sedangkan ditilik dari bentuk candi yang mirip dengan punden berundak, candi ini ditujukan sebagai tempat pemujaan roh-roh leluhur. Tradisi ruwatan juga masih dipelihara dengan baik masyarakat penganut Hindu yang berdiam di sekitar kawasan candi sampai sekarang.