Rekonsiliasi Kasus HAM Pangkas Kredibilitas Negara
Senin, 15 Juni 2015 - 16:18 WIB
Sumber :
- ANTARA/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai penyelesaian kasus HAM berat melalui jalur rekonsiliasi mengurangi kredibilitas negara menjamin peristiwa serupa tidak akan terulang di masa depan. Padahal, rekonsiliasi baru bisa dilakukan bila telah melalui beberapa tahap.
"Pertama memastikan ada keterbukaan, semua fakta harus diungkapkan. Kedua, harus ada pengakuan posisi para korban. Mereka-mereka sudah tua, sudah bekerja menuntut. Negara harus akui jerih payah mereka," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Senin 15 juni 2015.
Tahap selanjutnya adalah proses hukum kepada para pelaku pelanggaran HAM berat yang masih hidup. Haris mengingatkan, negara bertanggungjawab untuk memastikan agar proses hukum bisa dilakukan.
Baca Juga :
"Pertama memastikan ada keterbukaan, semua fakta harus diungkapkan. Kedua, harus ada pengakuan posisi para korban. Mereka-mereka sudah tua, sudah bekerja menuntut. Negara harus akui jerih payah mereka," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Senin 15 juni 2015.
Tahap selanjutnya adalah proses hukum kepada para pelaku pelanggaran HAM berat yang masih hidup. Haris mengingatkan, negara bertanggungjawab untuk memastikan agar proses hukum bisa dilakukan.
"Rekonsiliasi bisa dilakukan setelah tahap-tahap itu ditempuh, dan
disetujui oleh para korban. Jadi bukan negara yang legitimasi untuk
rekonsiliasi," ujar Haris.
Kontras menyatakan, rekonsiliasi tidak boleh melebihi hak-hak para korban pelanggaran HAM. Apalagi, langkah rekonsiliasi yang ditempuh negara saat ini tidak memiliki rujukan hukum dalam hierarki sistem hukum di Indonesia.
"Negara harus menggunakan mekanisme yudisial yang tersedia melalui UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM," kata Haris.
Sementara, akademisi Robertus Robet mengatakan, pembentukan tim gabungan untuk rekonsiliasi hanya akan membentuk kultur baru dalam penyelesaian kasus HAM di Indonesia. Pelaku hanya akan mendapat impunitas atau kekebalan hukum di kemudian hari.
"Salah satu tujuannya (penyelesaian kasus HAM) adalah untuk hilangkan impunitas. Ini malah beri amnesti buta untuk pelaku. Ini menjadi jalan bagi Indonesia dalam kebudayaan baru penyelesaian HAM," ujar Robet.
Langkah rekonsiliasi tengah digadang pemerintah dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Meski Jaksa Agung HM Prasetyo mengakui tidak ada masa kedaluwarsa dalam kasus HAM, namun ia tetap berkeras menyelesaikan kasus tersebut melalui rekonsiliasi.
Upaya rekonsiliasi bahkan disampaikan penasihat Komnas HAM Jimly Ashiddiqie. Dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), kata Jimly, tugas dan tanggung jawab Kejaksaan Agung dan Komnas HAM dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu praktis selesai.