Aktivis Politik Ini Pernah Disembunyikan Gus Dur di Makam

Aktivis Politik Ini Pernah Disembunyikan Gus Dur di Makam
Sumber :

VIVA.co.id - Al Zastrouw Ngatawi dikenal sebagai ajudan mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Zastrouw -begitu panggilannya- selalu menyertai Gus Dur ke mana saja. Kenangan pada Gus Dur bagi Zastrouw begitu melekat sehingga dia menulis buku Gus Dur Siapa sih Sampean?
 
Ia mempunyai banyak pengalaman ketika berpergian dengan Gus Dur. Saat berziarah dengan Gus Dur di sebuah makam ulama di daerah Banjarnegara, Jawa Tengah, dia mengalami kejadian unik.
 
Kala itu, Gus Dur dan Zastrouw sampai di suatu daerah di lereng Gunung Dieng. Mereka mencari-cari sebuah makam tua. Suasana sepi karena telah malam, penduduk sekitar tak terlihat berlalu lalang karena memang lokasinya di tempat terpencil.

Ketika mereka masih kebingungan mondar-mandir mencari letak makam, muncul orang tua yang berjalan. Orang itu berpakaian layaknya petani, mengenakan peci hitam. Mengetahui mereka terlihat bingung, orang tua itu menanyakan apa yang mereka cari.
 
Lalu Gus Dur menceritakan sedang mencari makam seorang ulama. Orang tua tadi mengaku mengetahui letak makam yang dicari. Mereka lalu mengikuti langkah orang tua itu menyusuri persawahan dan mendaki lereng. Usai berjalan sekitar setengah jam, orang tadi menunjukkan sebuah kuburan yang terletak di bawah pohon. Kuburan itu sudah tidak ada bekasnya, bahkan tidak tampak gundukan tanah. Orang tua tadi lalu pamit untuk meneruskan perjalanan.

Gus Dur membenarkan bahwa makam itu yang mereka cari. Letaknya jauh dari pemukiman penduduk di lereng pegunungan Dieng. ”Aneh, baru beberapa menit orang tua itu berpamitan, dia sudah lenyap tak berbekas. Padahal kalau dia berjalan seharusnya masih terlihat,” Zastrouw mengenang ketika ditemui VIVA.co.id di kantor pusat Nahdlatul Ulama di Jakarta beberapa waktu lalu.
 
Zastrouw agaknya penasaran dengan kejadian aneh tadi, lantas bertanya pada Gus Dur. ”Gus, orang tua tadi siapa, kok, tahu-tahu hilang begitu saja?”

Gus Dur saat itu menjawab, ”Orang tua tadi, ya, ulama yang kuburannya di sini.”

Mendengar jawaban Gus Dur, Zastrouw cuma diam. Dia merasa takjub karena baru saja mengalami peristiwa yang ajaib.

Diselamatkan
 
Saat rezim Orde Baru Soeharto berkuasa, Zastrouw masih mahasiswa dan menjadi aktivis politik. Akibat gerakannya yang menentang rezim Soeharto, dia diburu aparat keamanan.

Dalam kondisi dicari-acari aparat itu, Gus Dur yang menyelamatkannya dan teman seperjuangannya. Dia dan beberapa temannya disembunyikan Gus Dur di makam-makam wali atau ulama. Makam-makam wali yang sekiranya luput dari pengintaian aparat menjadi tempat sembunyinya selama beberapa minggu atau bulan. Selanjutnya secara bergilir makam-makam itu dijadikan tempat sembunyi.
 
“Gus Dur kadang mengantar kami ke makam-makam wali itu. Atau kami datang ke makam itu sendiri, lalu beberapa hari kemudian Gus Dur datang menjemput atau mengantar makanan. Misalnya, kami sembunyi di makam Mbah Mutamakin (di) Pati atau makam ulama yang lokasinya terpencil, namun Gus Dur mengetahui tempatnya,” ujarnya.

Sebagai anak pesantren dari Pati, selain sembunyi, Zastrouw sekalian menziarahi makam wali itu. Dia bersama teman-temannya sehari-hari makan, minum dan tidur di makam itu. Setiap malam mereka tak lupa berdoa tahlil dan zikir di makam itu.
 
Zastrouw mengakui pernah mengalami kejadian mistis di sebuah makam di kawasan Ujung Kulon, Jawa Barat. Ketika dalam kondisi sadar dan tidur, dia merasa didatangi tiga orang memakai jubah. Ketiga sosok itu memandanginya, menganggukkan kepala sambil tersenyum. Lalu Zastrouw tersadar, ketiga sosok itu lenyap.
 
Ketika bertemu Gus Dur, Zastrouw menanyakan arti mimpinya. Gus Dur menjelaskan mungkin ketiga sosok itu adalah Syekh Quro (ulama penyebar Islam di Jawa Barat), Prabu Siliwangi (Raja Pajajaran) dan Kian Santang (anak Prabu Siliwangi yang beragama Islam).
 
“Dari beberapa lokasi makam wali yang untuk sembunyi, saya mengalami pengalaman mistis hanya seperti itu. Makam yang lain biasa saja, tidak ada peristiwa yang aneh,” paparnya.