Borobudur Dikubur Lautan Susu

Wisata Matahari Terbit Borobudur
Sumber :
  • Antara/Andreas Fitri Atmoko

VIVA.co.id - Candi Borobudur di Magelang, Jawa tengah tersohor dengan ribuan relief-relief ceritanya. Namun, sejumlah pertanyaan masih menjadi bahan misteri seputar pembangunan Candi Buddha terbesar itu. Misalnya saja soal gambar relief pada Candi Borobudur maupun tentang ruang yang ditemukan pada stupa induk candi dan patung Buddha di pusat atau zenith candi dalam stupa terbesar. Bahkan diduga dulu ada sebuah patung penggambaran Buddha yang tidak sempurna yang hingga kini masih menjadi misteri.

Beberapa buku mengupas tentang sejarah dan seluk beluk Borobudur seperti Barabudur, De Boro-Boedoer, atau Die –Buddha Legende. Salah seorang ilmuwan yang meneliti tentang candi Borobudur adalah Agus Arismunandar dari Universitas Indonesia. Ia banyak menulis tentang candi Borobudur dan bicara di berbagai seminar.
 
Candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat, bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M.

Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati. Kumaragacya bekerja sama dengan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana.
 
Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, lalu oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani.
 
Kemegahan Candi Borobudur menggoda Budhis asal India untuk berkunjung. Hingga pada abad ke-10, Buddhis bernama Atisha mengunjungi candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa.

Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Buddha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Buddha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktikkan Dharma. Enam naskah diringkas menjadi sebuah inti ajaran yang disebut “The Lamp for the Path to Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.

Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur.

Dalam Prasasti Kalkutta bertuliskan 'Awama' yang berarti lautan susu mengatakan kemungkinan tersebut. Kata 'Awama' itulah yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi yang kemudian memungkinkan Borobudur tertimbun lahar dingin.

Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya dilakukan oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann. Sesudahnya, pemugaran dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan. Ini pemugaran terakhir Candi Borobudur yang bertahan sampai pada bentuk sekarang.

Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan zeni militer dengan pangkat letnan satu. Namun, dia tertarik meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai dari falsafah sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Penuh keyakinan, van Erp lantas memutuskan untuk studi banding selama beberapa tahun di India.

Ia juga pergi ke Sri Lanka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur.

Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom. Mereka menemukan ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara, bahkan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana.

Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lain yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.