Petani Tebu Banyumas Keluhkan Aneka Soal kepada Gubernur

Petani Tebu Banyumas Keluhkan Aneka Masalah kepada Gubernur
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id - Para petani tebu di Kabupaten Banyumas mengeluhkan aneka macam masalah yang mereka hadapi kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Persoalannya bervariasi, mulai harga yang rendah, pasokan bibit, kepastian waktu panen, dan lain-lain.

Gubernur menampung semua sambatan para petani itu dalam sebuah dialog santai sembari minum kopi di selasar sebuah warung di Banyumas pada Jumat pagi, 29 Mei 2015. Dia dengan seksama mendengarkan kritik dan saran para petani tebu yang nasibnya masih memprihatinkan.

Sarno, seorang petani asal kelompok tani desa Srowot, Kalibagor, mengeluhkan masalah harga tebu yang masih sangat jauh dari harapan. Bahkan harga tebu justru masih kalah jauh dari harga ketela.


"Rata-rata Rp180 rupiah per kilogram. Harusnya Rp350 rupiah per kilogram. Istilahnya, tebu saat ini tidak manis, tapi pahit. Karena daerah kami saingannya sama ketela. Kami akhirnya memilih beralih menanam ketela," ujarnya.


Masalah lain, kata Sarno, adalah telatnya bibit tebu yang diperoleh dari pemasok. Petani biasanya membeli bibit tebu dari koperasi petani tebu rakyat. Bantuan bibit tebu rakyat dari pemerintah juga tidak tepat waktu.


Sabitin, petani lain, mengaku sudah puluhan tahun menanam tebu rakyat tetapi selalu tak ada kepastian soal jadwal panen. Sebab, para petani di wilayahnya harus bergantung dan menunggu kode pabrik untuk memanen tebu.


"Di saat harga yang kecil, kita juga tak ada kepastian panen. Wilayah kami juga kekurangan bibit tebu varietas unggul," katanya.


Gubernur mula-mula menanggapi semua keluhan itu dengan titipan pesan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, tentang anggaran pertanian yang tak terserap di Jawa Tengah. Itu berarti tak ada petani yang memanfaatkan anggaran tersebut.


"Apakah Jateng enggak butuh. Begitu kata Pak Menteri. Nah, mumpung 2016 ada anggaran, apa yang sebenarnya kita butuhkan, bisa diselesaikan," ujar Ganjar.


Mengenai keluhan spesifik para petani, Ganjar langsung merumuskan sejumlah solusi. Masalah kecilnya harga, keterlambatan bibit dari Jakarta, dan masalah permodalan. Salah satu antisipasinya adalah melalui perbaikan mekanisme penjualan.


"Lebih baik memang jual sendiri. Tapi mekanisme jual-belinya kita perbaiki. Mulai koperasi ditata ulang. Anggotanya juga harus petani. Fungsinya memberikan fasilitas kepada petani. Tak hanya ekonominya tapi mekanismenya," katanya.


Ia berharap agar rapat koperasi bukan hanya rapat tahunan yang bersifat seremonial dan tak ada pembahasan atas berbagai masalah. Rapat koperasi harusnya juga dapat membahas masalah pertebuan secara lebih mendetail, mulai masalah bibit, pupuk, dan masalah hama.


"Nah, masalah ilmunya dari pemerintah kabupaten/kota, provinsi maupun pusat," kata Ganjar.