Legenda Komedi Surabaya Wafat, Ludruk Terancam Lenyap

Legenda Komedi Surabaya Wafat, Ludruk Terancam Lenyap
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Zumrotul Abidin

VIVA.co.id – Dunia seni daerah di Surabaya berduka. Salah satu tokoh ludruk (kesenian drama tradisional Jawa Timur) Surabaya, Sidik Wibisono, meninggal dunia.

Rabu, 27 Mei 2015, sekitar pukul 13.00 WIB, Sidik mengembuskan napas terakhir di rumahnya di Jalan Ploso Gang IX Nomor 20 A Surabaya. Perintis seniman ludruk dan kidungan khas Surabaya itu wafat di usai 73 setelah sempat opname di rumah sakit dr Soewandhi selama enam hari.

“Bapak sakit jantung koroner, sempat ngamar (opname) di rumah sakit selama enam hari pada April kemarin,” ujar putra pertamanya, Eko Suryanto Wibisono, di rumah duka, Rabu, 27 Mei 2015.

Eko mengaku, kenangan khas yang melekat tentang sosok ayahnya adalah ketika setiap ada reuni keluarga selalu diajari ngidung (syair mengandung pesan yang dinyanyikan). “Setiap ada reuni keluarga, kita anak-anaknya diajari ngidung,” kisahnya.

Di mata anak-anaknya, sosok Sidik merupakan pahlawan. Sidik rela berjuang sebagai seniman panggung untuk menghidupi lima anaknya sampai bergelar sarjana. “Bapak adalah pahlawan bagi kami. Beliau selalu menekankan pentingnya pendidikan kepada kami,” katanya.

Sidik merupakan tokoh sekaligus perintis seni budaya ludruk atau lawakan/komedi khas Jawa Timur. Hal itu diungkapkan teman-teman seniman seprofesi. Seniman Kartolo, mengaku banyak terinspirasi semangat tanpa menyerah sosok Sidik yang membawa budaya ludruk hingga terkenal di pentas nasional

“Dalam melawak, Cak Sidik sering dapuk buri (main belakangan). Beliau sering mewarnai lawakan kami saat kami kehabisan bahan,” kata seniman yang memiliki grup Kartolo Cs bersama Sapari dan Basman itu.

Kartolo mengatakan, awal mula karier Sidik di dunia seniman ludruk adalah ketia dia merintis grup ludruk Tri Sakti Surabaya pada 1969. Grup ludruk Tri Sakti Surabaya kala itu boleh dibilang grup ludruk paling terkenal di Kota Surabaya. Hampir setiap hari manggung di Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya. Sidik juga pernah berniat berhenti untuk main ludruk, ketika anak pertamanya masuk bangku sekolah SMP di tahun 1986. Dia berpikir ingin berhenti untuk berkonsentrasi mengurus anak.

“Hampir setiap malam, Cak Sidik naik-turun panggung untuk menghibur penonton,” ujar Kartolo.

Masa keemasan Sidik di dunia ludruk adalah saat ditawari rekaman album jula-juli guyonan khas Surabaya. Waktu itu, tahun 1986, ada sekitar 25 album beredar di tengah penggemar kidungan di Jawa Timur. “Sekitar tahun 1986 namanya moncer sebagai seniman ludruk. Saya pernah main bareng di panggung, tapi tidak pernah rekaman bareng,” katanya.

Kini, dunia ludruk patut berduka. Meninggalnya Sidik seolah juga menjadi pertanda matinya budaya ludruk di Surabaya. Sebab, menurut Kartolo, upaya Pemerintah Kota maupun Provinsi untuk menghidupkan budaya khas daerah ini kurang maksimal. Bahkan, pemerintah sudah mengampanyekan budaya ludruk mulai di tingkatan pelajar, tapi ludruk tetap tak berkembang, bahkan nyaris lenyap dan dilupakan.

“Pemerintah banyak menggelar lomba ludruk tingkat pelajar, tapi ludruk tetap sulit berkembang," katanya.

Sidik Wibisono (pemimpin kelompok ludruk Sidik Cs) meninggalkan lima anak dari perkawinan dengan istrinya Surya Dewi. Anak-anaknya, yakni Eko Suryanto Wibisono, Dwi Agus Sugiono, Mery Triana Dewi, Vivi Rosiana dan Yeni Erwati Dewi, sudah tuntas semua menjadi sarjana dan berkeluarga.