Pengadilan Tipikor Tolak Keberatan Fuad Amin

Terdakwa kasus suap jual beli gas alam Bangkalan Fuad Amin menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak nota keberatan mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin, atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima, menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat formil dan materiil," kata Ketua Majelis Hakim, Much. Muhlis, saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 25 Mei 2015.

Majelis hakim menilai keberatan yang diajukan oleh penasihat hukum Fuad Amin tidak beralasan dem hukum, dan oleh karena itu harus ditolak.

Salah satu poin keberatan yang ditolak oleh majelis hakim adalah mengenai kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam mengadili perkara ini.

Penasihat hukum beralasan yang berwenang untuk mengadili perkara Fuad Amin adalah Pengadilan Negeri Surabaya. Lantaran sebagian besar saksi lebih banyak berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.

Menurut hakim, sebagaimana mengacu pada ketentuan Pasal 84 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP, jika suatu tindak pidana terjadi di berbagai wilayah hukum Pengadilan Negeri, maka setiap Pengadilan Negeri berwenang untuk mengadili perkara tersebut dengan melakukan penggabungan berkas pidana.

Terkait perkara Fuad Amin, terdapat tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa terjadi di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Mengacu pada KUHAP, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara terdakwa Fuad Amin," kata Hakim.

Selain mengenai kewenangan pengadilan, salah satu poin lain yang menjadi keberatan pihak Fuad Amin adalah mengenai kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum KPK untuk melakukan Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Terhadap keberatan tersebut, majelis hakim menyatakan tidak sependapat. Menurut Hakim, Penyidik dan Penuntut Umum KPK dapat melakukan Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai ketentuan Pasal 75, Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Menimbang, dapat disimpulkan penyidik dan penuntut umum KPK dapat melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," ujar hakim.

"Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara terdakwa," imbuh hakim.

Diketahui, Fuad Amin Imron didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang. Bahkan, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Fuad telah melakukan pencucian uang pada kurun waktu tahun 2003-2010.

Jaksa mencatat total pencucian uang yang dilakukan oleh Fuad Amin mencapai puluhan miliar. Mereka menduga, harta Fuad berasal dari hasil tindak pidana korupsi, berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan jabatan selaku Bupati Bangkalan dari bulan Maret 2003 sampai dengan September 2010.

Perbuatan Fuad merupakan tindak pidana pencucian uang yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.