Misteri Harimau Jawa, Masih Ada atau Punah?

Sejumlah
Sumber :
  • Tropen Museum

VIVA.co.id - Benarkah Panthera tigris sondaica (harimau jawa)  telah punah? Robert dalam tulisan etnografisnya berjudul The Last Tiger in East Java yang dimuat dalam Asian Folklore Studies, volume 54, 1995, menyebutkan Macan Jawa yang terakhir, tewas ditembak.

Mereka yang menembak diduga salah satu dari tiga pejabat paling penting demi perkembangan peradaban modern, yaitu Pangeran, Raja, dan Presiden. 

Harimau jawa sejak 1996 sudah dinyatakan punah dalam rapat Convention on International Trade in Endangered Species di Florida, Amerika Serikat. Tapi ada sebagian orang yang percaya bahwa harimau jawa belum punah.

Didik Raharyono, peneliti harimau jawa yang tergabung di Peduli Karnivor Jawa (PJK) pada 1996 melakukan riset di beberapa lokasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Mereka  menemukan jejak rambut harimau jawa. Hasil temuan mereka dipaparkan di  website www.javantiger.or.id

Dari studi di sejumlah titik seperti Meru Betiri, Raung, Alas Purwo, Wilis, Wijen, Gunung Slamet dan tempat lain, diperkirakan masih ada antara 15-20 harimau Jawa yang masih hidup.

Hasil survei  dari berbagai habitat di Jawa menemukan jejak kaki (28×26 cm), feses berdiameter 7 cm, garutan di pohon (luka tertinggi 252 cm), bahkan rambut harimau jawa.

Dari studi-studi itu, berhasil diketahui bahwa harimau jawa tidak hanya di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur, karena mereka juga menemukan rambut harimau jawa di Jawa Tengah yang berjarak lebih dari 600 kilometer dari habitat terakhirnya. Akhirnya diambil kesimpulan bahwa habitat terakhir harimau jawa adalah Pulau Jawa, bukan hanya TN Meru Betiri.

Dalam Buku Berkawan Harimau Bersama Alam terbitan  2002, Didik membeberkan fakta-fajta tentang keberadaan harimau jawa.

Buku "Berkawan Harimau Bersama Alam" terbitan  2002, karya Didik Raharyono. Buku ini mengulas keberadaan harimau jawa. (VIVA.co.id/Dody Handoko)

Dia menemukan bekas cakaran harimau jawa di batang pohon di Taman Nasional Meru Betiri. Pencakaran merupakan sebuah perilaku harimau untuk menandai kawasan yang menjadi teritorinya.

“Tahun 1997, kami berhasil menemukan bekas indikasi kehidupan harimau jawa. Tepatnya November,” kata Didi seperti yang tertulis di dalam bukunya.

Cakaran harimau jawa pada 1997 dalam buku "Berkawan Harimau Bersama Alam" karya Didik Raharyono. (VIVA.co.id/Dody Handoko)

Detil cakaran harimau jawa pada 1997 dalam buku "Berkawan Harimau Bersama Alam" karya Didik Raharyono. (VIVA.co.id/Dody Handoko)