LSM: Mendagri Gagal Tinjau Qanun Aceh
- Reuters
VIVA.co.id - Indonesia Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong agar Pasal 235 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh direvisi. Pasal itu dianggap bertentangan dengan konstitusi. Lembaga itu juga meminta agar kementerian dalam negeri mengumumkan masukan masukan terhadap substansi yang menabrak peraturan tertinggi yang telah dikirimkan kepada pemerintah Aceh.
“ICJR menyesalkan gagalnya upaya uji sahih oleh Pemerintah,” ujar Direktur Ekskutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono dalam rilis yang diterima VIVA.co.id, Rabu 13 Mei 2015.
Pada 27 September 2014 DPR Aceh mengesahkannya Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat berlaku pada 28 September 2015. Qanun jinayah ini akan mulai berlaku setahun setelah diundangkan.
Merespon hal itu, ICJR mengirimkan surat resmi tanggal 3 Februari 2015 kepada Kementerian dalam negeri dan meminta agar pemerintah segera mengeluarkan hasil pengkajian ulang (review) terhadap Qanun Aceh. ICJR juga meminta Kemendagri untuk segera mempublikasikan hasil pengkajian ulang (review) kepada masyarakat/Publik.
Namun, langkah ICJR tak berbuah manis. Informasi dari Kementerian Dalam Negeri yang diterima ICJR pada 6 April 2015 menyebutkan Kementerian Dalam Negeri mengaku tidak memiliki otoritas untuk membatalkan Qanun-Qanun yang terkait Syariah Islam. Pemerintah beralasan sesuai dengan Pasal 235 UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Qanun yang mengatur tentang pelaksanaan Syariat Islam hanya dapat dibatalkan melalui uji materi Oleh Mahkamah Agung.
Kementerian Dalam Negeri juga mengaku telah melakukan pembahasan Raqan (rancangan Qanun) Jinayat bersama Pemerintah Aceh dan telah menyampaikan masukan-masukan terhadap substansi yang bertentangan dengan peraturan lebih tinggi kepada Pemerintah Aceh. Namun hasil pembahasan tersebut tidak pernah disampaikan Pemprov Aceh sampai dengan ditetapkannya Qanun Jinayat menjadi Qanun No 6 Tahun 2014.
ICJR menilai langkah kementerian dalam negeri justru menabrak pasal 235 UU No 11 Tahun 2006 di antaranya mengatur:
(1) Pengawasan Pemerintah terhadap qanun dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah dapat membatalkan qanun yang bertentangan dengan:
a. kepentingan umum;
b. antarqanun; dan
c. peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kecuali diatur lain dalam Undang-Undang ini.
(3) Qanun dapat diuji oleh Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Qanun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengatur tentang pelaksanaan syari’at Islam hanya dapat dibatalkan melalui uji materi oleh Mahkamah Agung.
(5) Sebelum disetujui bersama antara Gubernur dan DPRA, serta bupati/walikota dan DPRK, Pemerintah mengevaluasi rancangan qanun tentang APBA dan Gubernur mengevaluasi rancangan APBK.
(6) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat mengikat Gubernur dan bupati/walikota untuk dilaksanakan.