KPK Sebut Bos Sentul City Rintangi Penyidikan

KPK Jemput Paksa Bos Sentul City Cahyadi Kumala
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id
- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Edi Wahyu Susilo, mengungkapkan sejumlah tindakan Bos Sentul City yang juga Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (BJA), Cahyadi Kumala alias Swie Teng, dalam merintangi proses penyidikan perkara atas nama Yohan Yap.


Yohan Yap merupakan terdakwa dugaan pemberian suap terhadap mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin. Yohan disebut-sebut merupakan kurir dari Swie Teng dalam menyerahkan suap kepada Rachmat Yasin.


Edi menuturkan, KPK pernah menggeledah kantor PT BJA di Menara Sudirman, Jakarta terkait penyidikan kasus Yohan. Menurut dia, penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti dokumen terkait kasus suap Yohan kepada Rachmat Yasin.


Menara Sudirman menjadi lokasi geledah, setelah pada penggeledahan di Sentul yang dilakukan sebelumnya, penyidik menemukan informasi yang mengarah PT BJA yang berlokasi kantor di sana.


Dia menyebut ketika itu penyidik dibagi ke dalam tiga tim, yang bertugas untuk menggeledah di 3 lantai berbeda di Menara Sudirman, yakni lantai 25, 26, dan 27. Edi mengungkapkan, ketika menggeledah, penyidik hanya menemukan sedikit dokumen yang berkaitan dengan perkara


"Pertama masuk kantor tertutup, waktu itu ada orang di ruangan tapi gak mau buka. Kami kaget, barang-barang yang kami cari, kami geledah hampir tidak ada. Sangat sedikit sekali yang ada," kata Edi, dalam keterangannya saat dihadirkan menjadi saksi untuk terdakwa Swie Teng di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu 22 April 2015.


Lantaran tidak banyak mendapat dokumen terkait perkara itu, penyidik langsung memeriksa kamera cctv di Gedung tersebut. Hasilnya, diketahui beberapa dokumen sudah dipindahkan di beberapa tempat, antara lain di Bekasi, Hotel Golden Boutique serta di Sentul, Bogor.


Selain itu, Edi menyebut ada keterangan beberapa orang saksi dalam perkara ini yang berubah-ubah, terutama terkait proses transfer uang dari PT Brilliant Perdana Sakti (BPS) sebesar Rp4 miliar yang diberikan Yohan kepada Rachmat Yasin. PT BPS disebut merupakan milik adik Cahyadi yakni Haryadi Kumala alias Asie, dan uang tersebut dikeluarkan atas persetujuan Asie.


Namun, Edi menyebut setelah dikonfrontir langsung dengan Asie, para saksi itu lalu mengaku disuruh untuk mengubah keterangannya. "Depan Haryadi sendiri, mereka mengaku atas permintaan Cahyadi Kumala," ujar dia.


Tidak hanya itu, diketahui juga ternyata sejumlah saksi langsung mengganti telepon genggam mereka paska Yohan Yap ditangkap KPK. Tujuannya adalah agar percakapan mereka tidak disadap KPK.


Menurut Edi, hal tersebut juga termasuk merintangi penyidikan. "Tentu mempengaruhi, karena harus kerja ekstra,
profiling IP address,
nomor-nomor, sangat merintangi," kata dia.


Diketahui, Bos Sentul City Cahyadi Kumala alias Swie Teng didakwa dengan dakwaan berlapis. Pada dakwaan pertama, Swie Teng didakwa telah melakukan tindak pidana menghalang-halangi proses penyidikan atas nama F.X. Yohan Yap alias Yohan dan kawan-kawan.


Perbuatan Cahyadi pada dakwaan pertama ini diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Sementara untuk dakwaan kedua, Cahyadi didakwa telah memberikan suap uang sebesar Rp5 miliar kepada mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin untuk menerbitkan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri.


Perbuatan Cahyadi pada dakwaan kedua ini diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (ren)