Mantan Menteri Pendidikan: Buku PAI Bukan Anjurkan Ikut ISIS

Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id - Mantan Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh, mengklarifikasi perihal buku pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kurikulum 2013 yang bermuatan ajaran radikal seperti paham yang dianut kelompok militan ISIS. Menurutnya, buku itu konteksnya lebih pada menunjukkan realitas sejarah bahwa ada banyak paham dan aliran dalam Islam.

Nuh mengaku masa bodoh dengan sindiran Menteri Pendidikan, Anies Baswedan, mengenai amburadulnya buku kurikulum 2013 di masa kepemimpinannya. "Kalau ada yang kurang, ya, dievaluasi. Begitu aja, kok, repot," ujarnya dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 25 Maret 2015.

Menurut Nuh, sebenarnya buku PAI untuk SMA dan yang sederajat itu sudah melalui kajian serius para tim ahli. Dalam bab 10 yang berisi tokoh-tokoh pemimpin paham dalam Islam itu konteksnya adalah untuk menunjukkan realitas bahwa agama Islam memiliki banyak paham.

"Itu lebih pada membedah tokoh. Ada Syiah, Sunni, Wahabi, dan lainnya. Jadi, kalau kita Ahlusunnah wal Jamaah, maka paham-paham lain itu tidak perlu dianut," katanya.

Dia menjelaskan, pada halaman 170 yang menyebut membolehkan membunuh bagi yang tidak percaya Allah, itu bagian penganut paham Wahabi. "Kalau yang sekarang dikait-kaitkan dengan ISIS itu menerangkan ajaran Wahabi," ujarnya.

Seperti buku sejarah

Nuh menguraikan dengan perumpamaan pada buku pelajaran sejarah yang mengulas tentang tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam buku itu pasti dijelaskan ajaran atau paham komunis tetapi tentu maksudnya tidak untuk diikuti. Itu pemaparan realitas sejarah yang perlu diketahui siswa.

"Begitu juga di sejarah dunia, ada Hitler (Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman), Mussollini (Benito Mussolini, pemimpin fasis Italia), Lenin (Vladimir Lenin, pemimpin Partai Komunis Uni Soviet/Rusia), Marx (Karl Marx, filosof/tokoh utama/penggagas ideologi komunisme), dan banyak lagi, apakah disuruh mengikutinya, kan, tidak," Nuh membeberkan.

Jadi, Nuh menambahkan, evaluasi harus terus dilakukan demi pendidikan nasional agar lebih baik, bukan menyalahkan pihak-pihak tertentu. Dia pun setuju Kementerian Pendidikan memanggil dan memeriksa tim penyusun buku itu untuk mengetahui motif menyebarkan ajaran radikal atau tidak.

"Dipelajari dengan dingin. Kalau ada yang kurang, dibenahi," kata Nuh, yang juga dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya itu.

Dia berulang kali menegaskan bahwa buku yang disusun berdasarkan Kurikulum 2013 bukan buku ilegal yang kemudian dihakimi sepihak. "Buku itu bukan buku gelap. Buku itu juga tidak mengajak siswa-siswi agar radikal atau bergabung ISIS," katanya.

 

 

![vivamore="Baca Juga :"]




[/vivamore]