Pakar Virus Unair Sinyalir Ancaman Bioterorisme di Indonesia

Petugas mengevakuasi jenazah yang meninggal karena virus Ebola.
Sumber :
  • REUTERS/James Giahyue

VIVAcoid - Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Chairul Anwar Nidom, mengaku curiga bioterorisme (teror dengan senjata biologi berupa kuman penyakit) sudah terjadi di Indonesia. Namun faktor, motif dan dampak masih perlu diteliti.

Peneliti virus flu burung, MERS, ebola, dan vaksin itu juga memaparkan bahwa bioterorisme perlu diantisipasi. "Sebagai peneliti, kalau memperhatikan struktur kuman penyakit hewan di Indonesia, ada sejumlah fakta yang aneh meski motif dan dampaknya belum jelas," kata Prof Nidom di Rektorat Unair Surabaya, Kamis, 15 Januari 2015.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Unair yang dikukuhkan pada Sabtu, 17 Januari 2015, itu menjelaskan kemungkinan bioterorisme perlu diantisipasi. Sebab Masyarakat Ekonomi Asean atau globalisasi memang memicu persaingan ekonomi.

"Bioterorisme memang berbeda dengan terorisme dalam bentuk bom, karena teror bom itu sangat jelas dampaknya berupa ledakan dan korban, sedangkan bioterorisme itu menggunakan bakteri, virus, dan kuman penyakit lain yang dampaknya tidak langsung tapi bisa berlangsung lama, yakni perekonomian jatuh," katanya.

Menurut Guru Besar Bidang Ilmu Biokimia dan Biomolekuler itu, fakta-fakta nonalami yang memperkuat dugaan ada bioterorisme di Indonesia, antara lain, flu burung, yang terjadi sejak 2003. Tapi hingga 2015 atau dua belas tahun tidak terselesaikan, termasuk flu babi tahun 2009, yang strukturnya juga tidak alami.

"Bahkan, virus flu burung yang menyerang bebek pada tahun 2012, ternyata tidak sama dengan virus flu burung sebelumnya dan justru ada kemiripan dengan virus serupa di China. Itu aneh, kecuali ada impor bebek dari sana," katanya.

Dia juga mendeteksi jejak virus ebola pada hewan sejak tahun 2012 yang ditemukan secara tidak sengaja saat meneliti virus itu pada orangutan. "Anehnya, virus ebola itu ada kemiripan dengan yang terjadi Afrika, bukan Filipina. Itu aneh," katanya.

Dia pun menyebut kasus terbaru yang terjadi di Jawa Timur, yakni penyakit anthrax di Blitar. "Itu aneh, karena Jatim selama ini dikenal bebas anthrax. Hal yang jelas, ada dua akibat terkait itu, yakni Pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah mengucurkan dana untuk itu, dan potensi menular pada hewan dan manusia juga sangat mungkin," katanya.

Karena itu, Unair akan mengembangkan Pusat Riset/Kajian Antibioterorisme yang siap bekerja sama dengan pihak mana pun. "Kami memiliki peralatan yang lengkap untuk itu, termasuk biodefense atau riset untuk mengalihkan kuman negatif menjadi positif," katanya. (ren)


Baca berita lain: