Kisah Anak Korban Tsunami yang Dijual ke Malaysia (I)

Tsunami di Aceh, 2004
Sumber :
  • http://ioc3.unesco.org
VIVAnews - Sepuluh tahun sudah bencana gempa dan tsunami Aceh berlalu. Perlahan-lahan luka dari tragedi itu mengering.

Namun, selama 10 tahun juga lah ada Aneuk Nanggroe yang nasibnya tak menentu di negeri orang.

Seperti yang dialami Cut Lisa alias Fanisa Ariska, gadis kecil yang selama 10 tahun sejak tsunami memporakporandakan Aceh, berjuang lepas dari penderitaan karena menjadi obyek perdagangan manusia.

Cut Lisa merasa bingung harus bersedih atau kah bergembira. Meski demikian, matanya tampak berkaca-kaca ketika menyadari, kini dia sudah berada di tanah kelahirannya, Tanah Rencong yang telah ditinggalkannya selama 10 tahun.

Gadis manis yang kini telah berusia 15 tahun itu, adalah satu dari sekian banyak anak Aceh yang harus terpisah dari orangtuanya saat gelombang tsunami melanda.


Cut Lisa mulai meninggalkan Aceh sepekan usai bencana melanda. Saat itu, usia dia masih lima tahun.


Ia dibawa seorang wanita bernama Sabariah ke Kota Medan, Sumatera Utara setelah terpisah dari kedua orangtuanya yang hilang entah kemana.


Bersama orangtua angkatnya, Cut Lisa hidup ala kadarnya. Untuk menghilangkan duka, Sabariah mengganti nama Cut Lisa menjadi Fanisa Ariska.


Namun, trauma tsunami masih saja melekat di benak Cut Lisa kecil.


Yang ada dalam pikiran kala itu hanya satu pertanyaan. Di mana ayah dan bunda?


“Ketika saya tanya itu, Bayah (panggilan Sabariah) selalu bilang, jangan tanya itu, nanti suatu saat kamu akan tahu sendiri,” cerita Fanisa.


Tahun demi tahun berganti, usainya pun kian bertambah, sampai pada waktunya, sang orangtua angkat pun mangkat meninggalkannya sendiri.


2012 adalah tahun dimana petaka kedua melanda Cut Lisa. Ia diusir keluarga orangtua angkatnya.


"Saya tak putus asa, saya berjuang sendiri. Akhiranya saya dapat pekerjaan di warnet," ujarnya.


Dijual ke Malaysia


Beberapa bulan bekerja di warnet, tiba-tiba Cut Lisa berjumpa dengan wanita bernama Ida yang tak lain adalah teman dari mendiang Sabariah.


"Saya ditawarkan bekerja di rumah makan di Malaysia," katanya.


Karena membutuhkan uang untuk tetap bisa makan dan bertahan hidup, Cut Lisa menerima tawaran itu.


"Saya diserahkan ke agen tenaga kerja bernama Elisa," ungkapnya.


Ia pun terbang ke negeri jiran dengan harapan dan impian bisa mendapatkan uang untuk mencukupi kebutuhannya.


Tapi, apa yang diharapkan jauh dari kenyataan. Di Malaysia ternyata Cut Lisa dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.


"Saya dua kali pindah majikan, di Rawang dan di Banting," jelasnya.


Selama di Malaysia, ia diperlakukan secara tak manusiawi. Gajinya diambil paksa oleh Elisa, paspornya pun ditahan sang majikan.


"Di paspor itu, usia saya ditambah dari  27-7-1999, dibuat jadi 27-7-1996 supaya bisa bekerja," paparnya.


Tak seorang pun yang tahu apa yang terjadi pada Cut Lisa alias Fanisa. Duka itu dirasakannya sendiri. Hidup sebagai korban bencana dan tersiksa karena dijual ke Malaysia. (ren)


Simak lanjutanya: Kisah Anak Korban Tsunami Dijual di Malaysia (II)