Utang Tersisa di 14 Tahun Lengsernya Soeharto

Keluarga Soeharto
Sumber :
  • photobucket.com

VIVAnews -- Hari ini 14 tahun lalu, tepat pukul 09.00 Waktu Indonesia Barat, Soeharto menyatakan mundur sebagai presiden. Sekaligus mengakhiri kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun.

"Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998," kata Soeharto kala itu. Sesaat kemudian, ia menyerahkan pucuk pimpinan negeri kepada BJ Habibie.

Pengunduran diri yang ditayangkan secara langsung disambut sorak sorai para demonstran dan rakyat yang anti Soeharto, sebaliknya para pendukungnya tertunduk lesu.

Namun, meski euforia reformasi telah lama berlalu, masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, banyak harapan yang belum terkabul. Juga bagi para ibu korban pelanggaran HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan II -- yang terus setia berdiri, memegang payung hitam, melakukan aksi di depan Istana. Menuntut keadilan, meski dalam diam. 

Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekesaras (KontraS), Haris Azhar mengatakan, 14 tahun paska Soeharto, ternyata tidak memberikan batas jelas dan tegas apa yang dimaksud keadilan, perlindungan dan kesejahteraan bagi masyarakat. "Terlebih bagi para korban," kata dia, Senin 21 Mei 2012.

Dia menambahkan, tidak ada satu pun kasus-kasus kejahatan di masa otoritarian Orde Baru seperti pelanggaran HAM berat, korupsi dan perampasan tanah rakyat, yang diselesaikan. "Para pelakunya bebas leluasa, bahkan ada yang menjadi menteri, wakil menteri, penasehat Presiden, calon presiden dan berbagai posisi lainnya," kata Haris.

Sementara, di tataran masyarakat, masih banyak legislasi yang anti HAM, baik aturan-aturan lama yang belum dicabut maupun aturan-aturan baru yang mengancam identitas, kepemilikan adat dan kebebasan sipil.

"Praktek kekerasan makin terus dilakukan bahkan negara memberikan dukungan atau perlindungan kepada pelaku kekerasan lain seperti organisasi massa dan perusahaan-perusahaan," kata Haris.

Sementara dalam mekanisme penyelesaikan kasus, institusi negara memilih penyelesaian dalam institusinya. Sebaliknya, masyarakat masyarakat sipil diadili, dihukum berat, bahkan rentan menjadi korban rekayasa kasus.

Kendati demikian, Haris mengakui ada kemajuan dalam bidang HAM, khususnya dalam legislasi atau aturan perundang-undangan, meski hanya terasa sampai tahun 2005-2007. "Juga ada kemajuan penggunaan HAM dalam diplomasi dan politik internasional. Akan tetapi hanya untuk memuluskan pengakuan internasional kepada Indonesia," kata dia.

Sebelumnya, Budayawan Radhar Panca Dahana menilai reformasi yang telah diraih bangsa Indonesia selama 14 telah gagal. Sebabnya, reformasi yang terjadi saat ini hanya mensejahterakan kaum elit.

"Saya kira, kita harus menilai secara komprehensif, sejak kita reformasi, memang ada beberapa kemajuan dari sisi ekonomi, dimana kita menjadi negera yang kuat di wilayah Eropa," kata Radhar, dalam acara diskusi Kebangkitan Nasional Terancam, di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu, 19 Mei 2012.

Kendati ada kemajuan di bidang ekonomi, Radhar mengungkapkan, bangsa Indonesia masih memiliki kelemahan dalam mensejahterakan publik. "Kita harus akui, bahwa ekonomi kita tidak merata, di daerah pedalaman, banyak masyarakat yang hanya makan gaplek setiap harinya, ini artinya kesuksesan reformasi tidak berhasil mensejahterakan publik," tegasnya (eh)