Satgas: 45 Koruptor Lari ke Luar Negeri
- Biro Pers Istana Presiden/ Abror Rizki
VIVAnews -- Perburuan tersangka korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum Indonesia saat ini mengarah pada dua nama: Muhammad Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti Daradjatun. Nazaruddin menjadi tersangka kasus suap wisma atlet dan Nunun terjerat kasus suap pemilihan cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang dimenangi oleh Miranda Swaray Goeltom pada tahun 2004.
Namun tak hanya dua orang itu yang lari. Sekretaris Satgas Mafia Hukum, Denny Indrayana mengatakan ada puluhan orang terjerat kasus korupsi yang kabur. "Selama 10 tahun terakhir ada 45 koruptor yang melarikan diri ke luar negeri," kata dia di Surabaya, Kamis 14 Juli 2011.
Jumlah yang disebut Denny bersesuaian dengan data yang dimiliki Indonesia Corruption Watch (ICW). LSM antikorupsi itu mencatat, dari 45 koruptor yang lari, 20 orang di antaranya ke Singapura.
Baik Nazaruddin dan Nunun juga menjadikan Singapura sebagai tujuan. Dengan alasan sakit lupa ingatan, Nunun sempat dilaporkan berobat di Singapura. Demikian juga Nazar, yang mengaku berobat jantung di Negeri Singa.
Menurut Denny, koruptor yang kabur memang memprihatinkan. Namun, di sisi lain bisa disimpulkan bahwa Indonesia bukan surga untuk para koruptor. "Sehingga mereka melarikan diri ke luar negeri," tambah dia.
Mengutip Failed State Index -- indeks negara gagal yang salah satu parameternya adalah korupsi, Denny menyebut posisi Indonesia yang makin baik. Di tahun 2005, Indonesia berada di rangking 47, sementara di tahun 2011 ini ada di urutan ke-64."Ini bukti upaya pemberantasan korupsi di Indonesia berjalan cukup
baik," lanjutnya.
Kemudian, Denny menilai masyarakat masih pestimistis memandang perkembangan yang terjadi. Padahal, katanya, perkembangan Indonesia tidak seburuk yang diberitakan di media massa.
Dengan mengutip hasil survei Transparancy International, Denny menyebut, indeks korupsi Indonesia meningkat menjadi 0,8. Angka ini dianggap paling tinggi di negara-negara ASEAN. "Dibanding China, negara tersebut membutuhkan waktu puluhan tahun," pungkasnya. (sj)
Laporan: Tudji Martudji | Surabaya