Pengelola KEK Kura-Kura Bali Bantah Isu Perubahan Nama Pantai Serangan di Google Map: Tidak Benar
- VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)
Bali, VIVA – PT Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali membantah isu perubahan nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura-Kura Bali (Surf Surf by The Waves).
Sebelumnya isu Pantai Serangan Denpasar telah diganti nama menjadi Pantai Kura-Kura Bali (Surf Surf by The Waves) ramai diberitakan di media sosial dan menjadi sorotan publik.
Head of Communication PT BTID Zakki Hakim menegaskan, Pantai Serangan tidak berganti nama dan masih ada di Google Map.
"Tidak benar. Nama Pantai Serangan di Google Map itu pun masih tetap ada," ujar Zakki saat dikonfirmasi VIVA, Selasa, 28 Januari 2025 petang.
Zakki menjelaskan, nama Pantai Kura-Kura Bali (Surf Surf by The Wave) merupakan titik acara yang dibuat oleh panitia World Water Forum pada Mei 2024.
"Pada waktu itu panitia membutuhkan QR Code untuk dengan titik lokasi acara pakai titik dari Google Map. Di titik acaranya bukan di pantainya. Tetapi di titik lokasi bangunan. Itu kan mereka 3.000 orang. Jadi mereka mengirimkan QR Code itu kepada para undangan dari mancanegara," ujarnya.
Menurut Zakki, setelah acara berakhir dari pihak panitia acara WWF tidak ada yang menindaklanjuti untuk mencabut titik yang disematkan di dalam Google Map.
"Biar bagaimana, Google itu kan pakai domain ya, ya siapa saja memang bisa pasang titik dan nama di situ, gitu, dan juga bisa lapor ke Google untuk mencabut titik tersebut," ucapnya.
Zakki juga menegaskan BTID selalu terbuka jika ada pemangku kepentingan yang akan datang untuk meninjau Pantai Serangan yang berada di dalam KEK Kura-Kura Bali.
"BTID sebagai pengelola Kura-Kura Bali menjunjung tinggi aturan dan adat istiadat Bali. Jadi jika ada masukan atau usulan hal-hal yang bisa diperbaiki atau dibikin lebih baik tentu saja kami terima," ujarnya.
Zakki juga menegaskan, BTID tidak menutup lahan mata pencaharian para nelayan, petani terumbu karang maupun petani rumput laut untuk warga Serangan Denpasar. Para nelayan dan petani itu masih tetap bisa berlayar di kawasan Kura-Kura.
"Warga masyarakat Serangan itu kan ada 4.080 orang. Mereka tidak semuanya berprofesi sebagai nelayan maupun petani terumbu karang atau rumput laut. Selama ini kita berkomunikasi dengan desa adat dan banjar-banjar dan para nelayan itu terdata dengan baik. Siapa saja, kebutuhannya apa saja dan kapan saja mereka bisa masuk," kata Zakki.
Pihak BTID juga memberikan jaket pengaman bagi nelayan yang berjumlah sekitar 400 orang untuk identifikasi. Nelayan-nelayan maupun petani terumbu karang dan rumput laut itu bebas memasuki pantai melalui kawasan Kura-Kura karena telah terdaftar dan termonitor di banjar dan desa adat.
BTID hanya menutup pantai jika ada kunjungan Presiden maupun kunjungan VIP. "Meskipun banyak pembangunan-pembangunan di kawasan Kura-Kura, BTID tidak menutup dan mematikan mata pencaharian nelayan Serangan," katanya.