Pamapta Polres Bireuen Aceh Dicopot Terkait Kasus Paksa Pacarnya Aborsi

Ilustrasi polisi.
Sumber :
  • Antara FOTO.

Banda Aceh, VIVA Polisi Daerah Aceh, mencopot Ipda Yohanda Fajri dari jabatannya yaitu Pamapta Polres Bireuen. Pencopotan itu terkait kasus dugaan pemaksaan aborsi yang dilakukan Yohanda ke pacarnya.

Kabid Propam Polda Aceh, Kombes Eddwi Kurniyanto, membenarkan Ipda Yohanda yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 2023 itu sudah di copot jabatannya sementara untuk proses penyelidikan.

“Yang bersangkutan sedang dalam proses, jabatan sudah dicopot dan dalam pembinaan di Propam dalam rangka riksa pendalaman,” kata Eddwi saat dikonfirmasi, Selasa, 28 Januari 2025.

Eddwi tidak menjelaskan secara tegas, soal apakah Ipda Yohanda akan diberikan sanksi sesuai kode etik Polri jika terbukti melakukan pemaksaan terhadap pacarnya untuk aborsi.

“Kami saat ini sedang rapat membahas ini juga,” ucap Eddwi.

Sebelumnya, viral di twitter atau X di akun @randomable_ seorang pramugari muda membeberkan pengalaman buruknya selama menjalin hubungan dengan seorang taruna Akademi Kepolisian (Akpol) yang kini bertugas di Reskrim Aceh.

Curhatan korban menggambarkan tekanan mental dan fisik yang dialaminya, akibat perilaku sang taruna Akpol tersebut. Korban menyebut bahwa pelaku kerap memaksakan hubungan intim meskipun dirinya menolak dan merasa kesakitan.

"Dia tidak akan berhenti sampai saya terluka atau berdarah," ungkap korban dikutip dari akun X tersebut

Trauma fisik yang dialami korban semakin parah karena pelaku tetap memaksa meski korban sudah menunjukkan penolakan.

Paksaan Aborsi dan Dampak Kesehatan Serius

Kisah pilu berlanjut ketika korban mengetahui dirinya hamil. Bukannya bertanggung jawab, pelaku justru memaksa korban untuk melakukan aborsi. Ia mencekoki korban obat hingga tiga kali sehari, meskipun korban telah menolak. Akibatnya, korban mengalami keguguran.

"Dia bilang anak itu sumber masalah, dan dia tidak bisa menikahi saya karena aturan Akpol melarang," kata korban.

Tindakan ini meninggalkan dampak kesehatan yang serius. Korban divonis sulit hamil akibat infeksi rahim, kista, dan komplikasi lain yang muncul setelah aborsi paksa.

Hingga kini, ia masih menjalani terapi fisik dan mental, termasuk perawatan intensif dengan dokter kandungan untuk menangani infeksi rahim dan kista.