Pergub Jakarta Izinkan Poligami, Usman Hamid: Kebijakan Diskriminatif terhadap Perempuan

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid
Sumber :
  • VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham

Jakarta, VIVA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai peraturan gubernur (pergub) Jakarta yang mengatur izin poligami bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

“Praktik poligami bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Kedua perjanjian HAM internasional tersebut menegaskan poligami merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena menciptakan ketidaksetaraan dalam relasi pernikahan," ujar Usman Hamid dalam keterangannya, Jumat, 17 Januari 2025.

Usman menjelaskan bahwa Pergub itu juga bertentangan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh peraturan nasional dan internasional. 

Ilustrasi pernikahan.

Photo :
  • Pixabay

Selain itu, kata dia, Komite HAM Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) bertugas mengawasi pelaksanaan ICCPR menyebut poligami harus dihapuskan karena praktik tersebut merendahkan martabat perempuan dan melanggar prinsip kesetaraan dalam pernikahan.

"Ketimbang membuat aturan yang diskriminatif terhadap perempuan, ada baiknya Penjabat Gubernur Jakarta maupun pemerintah secara umum membuat aturan yang memberikan akses yang setara bagi perempuan dalam hal mengajukan perceraian dan mendapatkan hak asuh anak," katanya.

Ia menambahkan bahwa dalam banyak kasus, perempuan sulit mengajukan perceraian karena terjebak dalam lingkaran kekerasan rumah tangga yang berkepanjangan. 

Pasal 3 ICCPR memerintahkan negara yang meratifikasi Kovensi tersebut untuk memastikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang setara, dan poligami bertentangan dengan prinsip tersebut karena bersifat diskriminatif terhadap perempuan. 

"Pasal 5 (a) CEDAW juga memerintahkan negara pihak untuk menghapus segala bentuk praktik yang menunjukan inferioritas dan/atau superioritas antara laki-laki dan perempuan atau peran stereotip laki-laki dan perempuan," tutur Usman.

Maka itu, Usman meminta Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi merevisi kebijakan tersebut dan memastikan bahwa kebijakan itu tidak melanggar hak-hak ataupun mendiskriminasi perempuan. 

"Penjabat Gubernur Jakarta harus mengutamakan kebijakan yang mendorong kesetaraan gender dan perlindungan HAM di lingkungan ASN," ujar dia.

Sebagai informasi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, Chaidir menjelaskan, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian memiliki tujuan untuk mencegah para Aparatur Sipil Negara (ASN) menikah siri secara diam-diam.

"Pergub ini mengatur batasan-batasan bagi ASN pria yang akan menikah lagi, serta kondisi apa yang dapat diberikan persetujuan dan kondisi apa yang dilarang. Sehingga, dapat mencegah terjadi nikah siri tanpa persetujuan, baik dari istri yang sah maupun pejabat yang berwenang," ujar Chaidir dalam keterangannya, Jumat, 17 Januari 2025.

Chaidir menyampaikan, dengan jumlah ASN yang banyak di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta, perlu ada pengaturan yang rigid dan pendelegasian kewenangan dalam penerbitan surat izin/keterangan perkawinan dan perceraian bagi ASN. Dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS mengatur bahwa PNS yang melanggar PP Nomor 10 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990, dapat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat.

"Begitu pula dengan perceraian, agar tidak terjadi kerugian keuangan daerah dalam pemberian tunjangan keluarga. Dengan demikian, Pergub ini sebagai peringatan bagi ASN yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dijatuhi hukuman disiplin berat,” ujarnya.