Penyintas Tsunami Aceh Tak Lelah 20 Tahun Panjatkan Doa di Kuburan Massal

Peziarah di kuburan massal korban tsunami Ulee Lheue, Banda Aceh. VIVA/Dani Randi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dani Randi (Banda Aceh)

Banda Aceh, VIVA - Setiap tanggal 26 Desember para penyintas gempa dan tsunami Aceh selalu berbondong-bondong berkunjung ke kuburan massal yang berada di Ulee Lheue Banda Aceh dan Siron, Kabupaten Aceh Besar.

Di sana puluhan ribu jenazah korban tsunami yang tidak diketahui identitasnya dikuburkan secara bersamaan. Para peziarah yang datang pun berharap keluarga mereka ada dalam liang kubur tersebut.

Seorang penyintas tsunami Aceh, Triansyahputra (53) warga Punge Ujong, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh tidak pernah absen saban tahun untuk berkunjung ke kuburan massal Ulee Lheue.

Saat peristiwa tsunami, semua keluarga intinya sebanyak 12 orang hilang termasuk kedua orang tuanya. Tersisa hanya Triansyah dan abangnya yang saat ini berada di Jakarta.

Peziarah di Kuburan Massal Ulee Lheue. VIVA/Dani Randi

Memang tempat tinggalnya di Punge Ujong salah satu kawasan terparah disapu tsunami karena dekat dengan garis pantai. Ia yakin jenazah keluarganya di makamkan di kuburan massal Ulee Lheue karena dekat dengan rumahnya.

"Keluarga inti saya hilang semua, kedua orang tua saya, abang saya dan keponakan. Sekitar 12 orang hilang pada saat itu. Jenazah keluarga saya tidak ketemu sampai saat ini," ujar Triansyah Putra saat ditemui di kuburan massal Ulee Lheue, Kamis, 26 Desember 2024.

Ia berkeyakinan kedua orangtuanya ikut dikuburkan di kuburan massal di Ulee Lheue. Untuk berziarah Triansyah selalu mengajak keluarganya untuk berdoa ke sana.

“Kalau memperingati tsunami saya ke kuburan massal Ulee Lheue yang saya merasa batin saya menyatakan orang tua saya di sini,” ucapnya.

Saat kejadian itu Triansyah berada di rumah bersama keluarga besarnya. Namun, ia beruntung bisa selamat meskipun sempat terbawa arus.

“Saat kejadian saya di rumah, mungkin belum saatnya saya di panggil. Saya masih diberi kesempatan hidup oleh Allah,” katanya.

Selamat Akibat Ketinggalan Pesawat

Evana (43) mengingat betul bagaimana upaya dirinya untuk pulang ke Banda Aceh dari Medan, Sumatera Utara pada Minggu pagi 26 Desember 2004. Pesawat yang hendak ditumpanginya ternyata take off lebih cepat yaitu pada pukul 06:00 WIB. Sehingga ia ketinggalan penerbangan rute Banda Aceh.

Seharusnya pukul 07:00 WIB ia sudah berkumpul bersama keluarganya yang tinggal di Keudah, Kecamatan Kutaraja Banda Aceh yang juga kawasan parah di terjang gelombang tsunami.

“Pesawatnya itu harusnya Minggu pagi pukul 06:00 WIB, saat tiba di Bandara Polonia, Medan ternyata saya ketinggalan, pesawatnya sudah berangkat. Jadi tuhan masih sayang sama saya,” kata Evana.

Ia juga tak menyangka gempa yang disusul dengan gelombang tsunami turut memperok-porandakan pesisir Aceh hingga rumahnya yang tingkat dua juga rata dengan tanah.

Warga memadati Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh untuk memperingati 20 tahun tsunami Aceh. VIVA/Dani Randi

Dari kejadian itu, orangtua dan adiknya dinyatakan hilang sampai saat ini. Setelah peristiwa itu Evana beserta keluarganya yang masih hidup memilih untuk menetap di Jakarta.

Mereka juga setiap tahun pulang ke Aceh untuk berziarah di dua kuburan massal dan dia berharap kuburan orangtuanya bisa diketahui.

“Semenjak habis tsunami itu saya dan keluarga lainnya memilih untuk tinggal di Jakarta. Pulang ke sini (Aceh) untuk ziarah, ya cuma bisa di dua kuburan, kalau tidak di Ulee Lheue ya di Siron, karena jenazahnya tidak ditemukan sama sekali,” katanya.

Aceh selalu memperingati gempa dan tsunami dan kini sudah 20 tahun. Tahun ini peringatan tsunami dipusatkan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh dengan mengundang penceramah Aa Gym.