Akademisi UI Minta Presiden Prabowo Harus Tegas dan Jangan Kompromi dengan Koruptor
Depok, VIVA – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Vishnu Juwono meminta kepada Presiden Prabowo Subianto agar tegas terhadap para koruptor. Dikatakan, Presiden tidak seharusnya berkompromi dengan para koruptor dan kroninya.
“Presiden Prabowo tidak seharusnya berkompromi dengan para koruptor dan kroninya, terlebih mereka yang menyalahgunakan mandat negara untuk melayani masyarakat,” katanya, Senin 23 Desember 2024.
Menurutnya, koruptor, terutama pejabat tinggi negara seperti menteri, gubernur, wali kota, atau bupati beserta para kroninya yang biasanya pengusaha besar wajib mempertanggungjawabkan perbuatan mereka yang telah merugikan negara dan masyarakat luas, khususnya golongan tidak mampu.
Dalam pidatonya di Mesir di hadapan mahasiswa pada tanggal 13 Desember 2024 , Presiden Prabowo menyampaikan keinginan untuk memperoleh pengembalian aset negara dari koruptor dengan cepat dan sebesar-besarnya. Vishnu memahami niat tersebut, tetapi ia menegaskan bahwa prinsip keadilan harus menjadi prioritas.
“Jangan sampai prinsip pengampunan lebih ditekankan daripada tanggung jawab hukum dan pengembalian kerugian negara secara utuh. Setelah mereka menghadapi konsekuensi hukum dan mengembalikan aset yang dikorupsi, barulah pengampunan dapat dipertimbangkan,” tegasnya.
Vishnu juga menanggapi argumen bahwa pernyataan Prabowo ini merupakan pendekatan Asset Recovery yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra. Menurut Vishnu, pendekatan ini agar efektif dan memaksimalkan pengembalian hasil korupsi, harus diterapkan secara tegas agar memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Sebagai contoh, Vishnu menyoroti bagaimana Korea Selatan menangani kasus korupsi secara tegas, bahkan terhadap mantan presiden.
“Dua mantan Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak dan Park Geun-hye, telah diproses hukum secara transparan, imparsial, dan akuntabel. Lee Myung-bak divonis 15 tahun penjara atas kasus suap dan penggelapan, sementara Park Geun-hye dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan denda besar karena berbagai kasus korupsi, termasuk pemerasan terhadap konglomerat. Meskipun mereka akhirnya mendapatkan pengampunan, kedua mantan presiden itu tetap menghadapi proses hukum dan membayar denda secara penuh,” paparnya.
Dengan pengangkatan lima komisioner baru KPK yang dipimpin oleh Setyo Budianto serta lima anggota Dewan Pengawas KPK yang dipimpin oleh Gusrizal, Vishnu berharap KPK di bawah eksekutif dapat lebih mengakselerasi upaya pemberantasan korupsi.
Vishnu juga menekankan bahwa Presiden Prabowo sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintah memiliki otoritas penuh untuk mendorong Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia agar bersama-sama KPK lebih masif dalam memberantas korupsi, terutama kasus korupsi nilai besar yang melibatkan elit politik dan pengusaha besar.
“Presiden Prabowo seharusnya memanfaatkan otoritasnya untuk menggerakkan aparat penegak hukum dan KPK yang sekarang dibawah eksekutif secara maksimal. Dengan langkah tegas terhadap elit politik termasuk bagian dari koalisi politiknya jika terbukti korupsi. Indonesia memiliki peluang untuk memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi Transparency International yang selama kepemimpinan Presiden Jokowi terus menurun dan yang terpenting dapat menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat bahwa penegakkan hukum,” pungkasnya.