BEM SI Siap Gelar Aksi Tolak Kenaikan PPN 12 Persen
- VIVAnews/Satria Zulfikar
Jakarta, VIVA — Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyatakan kesiapannya untuk menggelar aksi demonstrasi guna menolak kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Langkah ini disebut sebagai respons atas keresahan masyarakat yang semakin meningkat terkait kebijakan tersebut.
“Kami akan turun ke jalan, terutama jika eskalasi emosi masyarakat semakin meningkat. Pekan ini, aksi turun ke jalan akan kami laksanakan,” ungkap Satria Naufal, Koordinator Pusat BEM SI, dalam pernyataannya dikutip Sabtu 21 Desember 2024.
Pernyataan ini mencerminkan sikap tegas BEM SI, yang terdiri dari perwakilan mahasiswa dari 350 kampus di 14 wilayah Indonesia. Satria menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan konsolidasi internal untuk memperkuat posisi mereka dalam menyikapi isu kenaikan PPN.
“Kami tengah mengkaji di masing-masing kampus untuk memahami sejauh mana penolakan ini akan berjalan. Selain itu, kami juga menjalin komunikasi eksternal dengan mitra strategis guna menggalang dukungan yang lebih luas,” tambahnya.
Tuntutan Revisi Kebijakan
Satria juga menegaskan bahwa BEM SI mendesak Presiden untuk mempertimbangkan kembali rencana tersebut. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya tidak berpihak pada rakyat kecil, tetapi juga tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini masih jauh dari stabil.
“Dalam proses pengambilan kebijakan ini, tidak ada keseimbangan antara kenaikan PPN dan peningkatan pendapatan masyarakat. Lapangan pekerjaan juga masih belum terbuka luas. Hal ini akan berdampak besar pada daya beli masyarakat,” jelas Satria.
Pemerintah sebelumnya menjelaskan bahwa tarif PPN 12 persen akan diterapkan mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah atau premium.
“Barang seperti beras premium, daging wagyu, ikan salmon, serta layanan pendidikan dan kesehatan dengan standar internasional akan dikenakan PPN. Sementara barang kebutuhan pokok, seperti beras biasa, ayam ras, telur ayam, dan minyak goreng, tetap bebas PPN,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers.
Meski demikian, BEM SI mengingatkan bahwa kebijakan ini tetap akan berdampak luas pada daya beli masyarakat secara keseluruhan, terutama bagi golongan menengah ke bawah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers pada 16 Desember 2024, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat penerimaan negara sekaligus mendorong stimulus bagi sektor ekonomi tertentu. Pemerintah juga mengalokasikan insentif sebesar Rp 265,5 triliun untuk tahun 2025, yang akan disalurkan ke sektor bahan makanan, otomotif, dan properti.
Namun, langkah ini justru memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk BEM SI, yang menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan upaya pemerataan ekonomi.
“Ini bukan hanya soal barang mewah. Peningkatan PPN secara keseluruhan akan menciptakan tekanan tambahan pada masyarakat. Hal ini akan mengurangi kemampuan konsumsi, bahkan di sektor-sektor yang tidak terdampak langsung,” ujar Satria menutup pernyataannya.