Selaraskan Asta Cita Prabowo, Penguatan Toleransi di Daerah Mesti Didorong
- ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Jakarta, VIVA - Perhelatan pemilu yang memilih kepemimpinan nasional dan kepala daerah di tahun 2024 sudah selesai. Dengan dimulainya kepemimpinan nasional dan daerah yang baru diharapkan memiliki perencanaan pembangunan lebih matang terutama terkait toleransi.
Demikian jadi perhatian SETARA Institute dengan mendorong penguatan toleransi di daerah. Menurut SETARA Institute, penting hal itu untuk mencapai Agenda Ketahanan Sosial, Budaya, dan Ekologi sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
Peneliti SETARA Institute, Azeem Marhendra Amedi, menjelaskan pihaknya juga meluncurkan dokumen SNAP Pembangunan Ekosistem Toleransi pada hari Senin kemarin. Menurut dia, dokumen kebijakan itu mencakup pembedahan isu strategis dalam pemajuan toleransi.
Selain itu, kata dia, terkait juga dengan formulasi rencana strategi dan aksi untuk mendukung pemerintah, terutama pemerintah daerah.
Dia bilang ada 4 isu strategis dalam pembangunan ekosistem toleransi. Kata Azeem, yang pertama karen terdapat stagnansi dalam perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) dari tahun ke tahun.
"SETARA Institute mencatat angka pelanggaran KBB masih tergolong cukup tinggi, yaitu 217 peristiwa dengan 329 tindakan pada 2023," kata Azeem, dalam keterangannya, Selasa, 10 Desember 2024.
Menurut dia, faktor kedua yaitu kontribusi aktor negara terhadap pelanggaran KBB juga cukup besar. Ia mengatakan seperti itu karena ditandai dengan adanya 40 tindakan pelanggaran KBB sepanjang 2023 yang dilakukan oleh aktor Pemerintah Daerah (Pemda). Insiden itu seperti melakukan penolakan pembangunan rumah ibadah.
"Ketiga, masih adanya 71 regulasi daerah yang intoleran terhadap kelompok agama/kepercayaan tertentu. Hal ini ditengarai minimnya pemahaman toleransi dan inklusi," jelas Azeem.
Selanjutnya, faktor keempat yaitu tiga unsur kepemimpinan pembangunan ekosistem toleransi. Ketiga unsur itu yakni kepemimpinan politik, kepemimpinan birokratik, dan kepemimpinan sosial.
Selain itu, belum sepenuhnya kuat berkomitmen dalam perwujudan kerukunan.
"Hal ini ditandai dengan adanya favoritisme kebijakan, pembiaran atas diskriminasi, dan tindakan intoleran seperti menolak kegiatan ibadah," tutur Azeem.
Maka itu, menurut dia, rancangan aksi yang disusun SETARA Institute berfungsi sebagai dokumen pendukung atau booster dalam membantu perencanaan pembangunan di tingkat daerah. Upaya itu terutama dalam pembangunan ekosistem toleransi, untuk jangka menengah.
Dia juga menuturkan dokumen yang diinisiasi pihaknya sudah selaras dengan salah satu visi misi Presiden RI Prabowo Subianto yaitu Asta Cita. Sebab, salah satu Asta Cita Prabowo yaitu memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama.
"Dokumen ini diselaraskan dengan salah satu arah pembangunan dalam RPJPN serta Cita ke-8 dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk peningkatan toleransi," ujarnya.
Dia menyebut hal itu bisa mendukung harmonisasi pembangunan daerah untuk pencapaian tujuan pembangunan nasional tersebut.
"Dokumen rancangan aksi ini mencakup 8 strategi dan 25 aksi guna menjawab 4 isu strategis dalam pembangunan ekosistem toleransi umat beragama/berkeyakinan," tutur Azeem.
Menurut dia, dokumen itu juga nanti sebagai 'strategi' bisa disesuaikan dengan kebutuhan di daerah.
"Dokumen ini juga merupakan living document, yang strategi dan aksinya dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan dan konteks sosial pada masyarakat di daerah masing-masing," tuturnya.