Capim KPK Agus Joko Klarifikasi 2 Kasus yang Menyeret Dirinya

Seorang petugas sedang membersihkan logo Gedung KPK di Jakarta (foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Jakarta, VIVA - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Joko Pramono mengklarifikasi dua kasus hukum yang disebut menyeret namanya. 

Dua kasus dimaksud yakni dugaan transaksi janggal sekitar Rp115 miliar pada 2013 dan kasus suap proyek Sistem Penyedia Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR tahun 2020.

Agus mengaku kecewa terhadap KPK. Dia menekankan bahwa pemanggilannya pada 2020 itu tidak berkaitan dengan fakta perkara. Namun, melainkan hanya bertalian dengan statusnya sebagai saksi a de charge (meringankan) untuk mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil.

“Jadi, saya cukup kecewa dengan sikap KPK pada saat itu karena saya diberitahu bahwa saya akan menjadi saksi a de charge. Padahal, saya Wakil Ketua BPK saat itu,” kata Agus saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 19 November 2024.

Sebelumnya, masalah ini ditanyakan oleh anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dan Rudianto Lallo. 

Agus menambahkan, sebagai lembaga negara, KPK seharusnya menjelaskan lebih dulu duduk perkara terkait pemanggilannya.

“Saya selaku pimpinan lembaga negara harusnya antar sesama lembaga negara menyampaikan pada kami duduk perkara permasalahannya itu apa, bukan sebagai personnya tapi sebagai jabatannya,” kata Agus.

Agus juga menyatakan bahwa seharusnya KPK menanyakan terlebih dahulu apakah ia bersedia menjadi saksi a de charge atau tidak. Bukan justru tiba-tiba memanggil, yang akhirnya memunculkan pertanyaan di publik. 

“Karena pemanggilan itu akan mempengaruhi credibility. Karena begitu nama kita muncul di running text, orang kampung sudah tanya itu, kenapa dipanggil. Padahal itu saksi a de charge,” ujarnya.

Masalah itu, lanjut dia, sempat diadukan ke pimpinan KPK. Dia menceritakan menolak pemanggilan karena pada saat itu ia sedang menjadi pembicara mengenai pemberantasan korupsi bersama salah satu wakil ketua KPK.

“Jadi saya langsung tanyakan kepada wakil ketua KPK itu, mengapa saya kok dipanggil dan saya kok tidak dibahas dulu dalam konteks saksi a de charge, apakah saya mau atau tidak," lanjutnya. 

"Karena ini saksi a de charge bukan saksi fakta posisinya. Ternyata jawabannya normatif, tidak tahu, tidak paham dan sebagainya dan menurut saya sih selaku pimpinan seharusnya tidak seperti itu,” kata Agus.

Nah, terkait dugaan transaksi janggal Rp 115 miliar, Agus merasa perkara ini direkayasa pihak tertentu.

Dia menjelaskan soal itu sudah dijelaskan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana kepada awak media. 

“Nama wartawannya sampai sekarang saya masih ada, karena saya diberitahu Kepala PPATK saat itu. Nomor teleponnya masih ada dan sebagainya dan ini berlanjut dengan pengiriman bunga dan sebagainya dan menurut saya itu adalah fabricated," jelasnya.

"Saya berharap bahwa pengiriman bunga itu tidak mempengaruhi credibility saya secara pribadi dan sebagai Wakil Ketua BPK selama empat tahun,” imbuhnya.