Tom Lembong Klaim Tak Diberi Kesempatan Tunjuk Kuasa Hukum, Dibantah Kejagung di Praperadilan
- Ist
Jakarta, VIVA – Jaksa dari Kejagung RI membantah terkait dengan pernyataan bahwa mantan Menteri Perdagangan (Mendag) RI periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tak diberi kesempatan menunjuk sendiri kuasa hukum ketika ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Hal tersebut ditanggapi oleh jaksa dari Kejagung ketika memberikan jawaban dalam persidangan gugatan praperadilan Tom Lembong di PN Jakarta Selatan. Sidang digelar pada Selasa 19 November 2024.
Jaksa Kejagung, Teguh mengatakan bahwa hak untuk Tom Lembong sudah dipenuhi dengan baik ketika menjadi tersangka. Salah satunya yakni penunjukan penasihat hukum.
"Untuk memastikan bahwa hak-hak pemohon yang pada saat itu ditetapkan sebagai tersangka terpenuhi dan dilakukan berita acara pemeriksaan sebagai tersangka dengan sah, maka penasihat hukum yang telah ditunjuk oleh pemohon yaitu saudara Eko Purnomo SH MH turut menandatangani BAP tersangka tersebut," ujar jaksa Teguh di ruang sidang.
Teguh mengklaim bahwa Tom Lembong sudah diberikan kesempatan menunjuk dan memberikan surat kuasa kepada penasihat hukum untuk mendampinginya sejak 30 Oktober 2024.
"Selanjutnya pemohon baru melakukan penunjukkan penasihat hukum sendiri berdasarkan surat kuasa penunjukkan penasihat hukum tanggal 30 Oktober 2024 kepada Dr Ari Yusuf Amir SH MH dan kawan-kawan," kata Teguh.
Klaim Tom Lembong
Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) RI periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong disebutkan bahwa dirinya tak diberi kesempatan untuk menunjuk kuasa hukum. Hal itu dilakukan ketika Tom Lembong sudah menjadi tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Kejagung, diklaim sudah menyiapkan kuasa hukum untuk Tom Lembong karena diduga tak memberikan kesempatan untuk menunjuk kuasa hukum.
"Pada saat pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Oktober 2024, termohon tidak memberikan kesempatan kepada pemohon untuk menghubungi dan meminta bantuan dari penasihat hukum yang sesuai dengan hati nurani pemohon," ujar Tim Kuasa Hukum Tom Lembong, Sugito Atmo Pawiro di ruang sidang PN Jakarta Selatan pada Senin 18 November 2024.
"Sebaliknya, termohon justru memaksakan kehendaknya dengan menunjuk sendiri penasihat hukum yang akan mendampingi pemohon," lanjutnya.
Kuasa hukum Tom menilai hal itu sudah tertuang dalam surat penunjukan penasihat hukum untuk mendampingi tersangka no 34.F.2.Fd.2/10/2024 tertanggal 29 Oktober 2024. Dalam surat itu tertulis bahwa penasihat hukum bukan atas kehendak Tom Lembong.
"Bahwa hak pemohon tersebut juga sebagaimana ditegaskan kembali dalam Pasal 54, 55 dan 57 Ayat (1) KUHAP, dimana pemohon guna kepentingan pembelaan berhak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum yang dipilih sendiri oleh pemohon," kata Sugito.
Dia menjelaskan bahwa dalam penjelasan KUHAP angka 3, tertulis bahwa dalam proses penyidikan suatu perkara pidana, Penyidik (in casu Termohon) haruslah mengimplementasikan perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia.
Salah satunya kepada seorang tersangka.
Pasalnya, sejak saat dilakukan penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwa, tersangka, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum.
“Dengan demikian, syarat objektif penahanan berupa “diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup” tidak terpenuhi dan tindakan termohon melakukan penahanan terhadap pemohon merupakan abuse of power serta tindakan kriminalisasi atas diri pemohon,” kata Sugito.
Maka itu, kuasa hukum Tom Lembong meminta kepada hakim tunggal Tumpanuli Marbun menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum. Dia juga meminta nama baik Tom Lembong direhabilitasi atau dipulihkan.