Capim KPK Fitroh Ungkap Alasan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Sangat Rawan

Ilustrasi barang bukti kasus korupsi
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA – Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menilai Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor sangat rawan. Menurutnya, bahasa yang digunakan dalam kedua pasal tersebut dapat membuat masyarakat memiliki pandangan berbeda dalam memahaminya.

Hal itu disampaikan Fitroh saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test pimpinan KPK di Komisi III DPR RI, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 18 November 2024.

"Saya harus mengakui bahwa pasal 2, pasal 3 ini sangat rawan. Disana ada bahasa yang kemudian bisa cara pandangnya berbeda,” ujar Fitroh.

Ilustrasi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Kemudian, Fitroh juga menyoroti isi pasal tersebut terkait menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang merupakan unsur korupsi. Lantas, ia menyoroti salah satu kasus korupsi yang belum lama terungkap di Indonesia. Menurutnya, pelaku bertujuan menguntungkan orang lain meski tersangka tak mendapat aliran dana.

“Pertanyaannya, ada tidak setiap pengadaan, apapun pengadaan, tidak ada orang yang untung? Pasti semua ada orang untung,” kata dia.

Di sisi lain, Pasal 2 UU Tipikor dinilai semakin berbahaya apabila perbuatan seseorang yang mengakibatkan orang untung meski tak bertujuan melakukan tindak pidana sesuatu dianggap sebagai korupsi.

“Dalam konteks korupsi sebelumnya, orang lain untung itu bukan akibat, tetapi menjadi tujuan dari pelaku. Kalau jadi akibat, semuanya bisa masuk, Pak,” ucap dia.

Lalu dalam pasal 3, Fitroh menjelaskan aturan tersebut punya cara pandangnya bertujuan menguntungkan dirinya atau orang lain dengan cara melawan hukum dan mengakibatkan kerugian negara.

Menurutnya, hal tersebut sudah benar. Namun, ia menilai frasa adanya kerugian negara juga sama berbahayanya.

“Makanya saya kalau pasal 2, pasal 3 sangat ketat untuk mencari mens rea. Tidak ada pidana tanpa mens rea, kecuali pidana lalai,” tuturnya.