Respons Polri soal Putusan MK Terkait Hukuman ke Aparat Tak Netral di Pilkada

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko
Sumber :
  • dok Polri

Jakarta, VIVA - Korps Bhayangkara angkat bicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024, soal mengatur pidana bagi aparat TNI-Polri dan pejabat daerah yang tak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Polri menegaskan bakal menindak tegas anggota bila tak netral. Hal itu diungkap Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko.

"Apabila terdapat anggota Polri yang melanggar akan ditindak secara tegas sesuai ketentuan yang berlaku," ucap dia, Senin, 18 November 2024. 

Kata dia, Polri komit menjaga profesionalisme dalam mewujudkan demokrasi dan memelihara kehidupan bernegara serta bermasyarakat yang kondusif. Polri pun komitmen bersikap netral dan tak melakukan kegiatan politik praktis dalam setiap tahapan Pemilu 2024. 

Netralitas aparat itu supaya memberi pengamanan dan memastikan pemilu dan Pilkada serentak 2024-2025 berjalan aman, damai, dan bermartabat. Dia merinci netralitas Polri diatur dalam Pasal 28 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri yang berisi Anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih, serta surat edaran melalui telegram rahasia (TR) yang telah disampaikan kepada jajaran. 

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko

Photo :
  • dok Polri

"Untuk bertindak netral dan tidak memihak salah satu calon dalam pemilu, pilpres maupun pilkada," katanya.

Dia menyebut, Putusan MK 136/2024 adalah norma baru yang langsung efektif berlaku. Sementara itu, TR netralitas anggota Polri telah dibuat lebih dulu dan masih berlaku. TR netralitas Anggota Polri dalam Pilkada 2024 bernomor: ST/1899/VIII/WAS/2024 berisi larangan-larangan berperilaku tak netral dalam tahapan Pilkada 2024 dan akan ditindak secara tegas sesuai ketentuan yang berlaku.

"Artinya jika ditemukan anggota Polri tidak netral maka selain bisa dipidana juga dapat diberi sanksi kode etik Polri," katanya.

Dirinya menambahkan, Korps Bhayangkara diberi tanggungjawab keamanan mendukung terselenggaranya pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024-2025 yang aman, damai, dan bermartabat. Trunoyudo berterima kasih atas doa dan partisipasi seluruh stakehoder terkait yang menjaga situasi kamtibmas tetap kondusif.

"Serta mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat agar tidak terpecah belah, serta tetap memelihara dan menjaga persatuan, kesatuan bangsa," ujarnya.

Lebih lanjut diungkap, ada lima imbauan Polri kepada masyarakat dalam menyukseskan Pilkada serentak, Rabu, 27 November 2024. Pertama, seluruh elemen masyarakat tetap menjaga persatuan dan kesatuan guna bersama-sama menciptakan keteduhan dan kondusivitas.

Dari menjelang pencoblosan atau pemungutan suara Pilkada Serentak 2024-2025, sampai terpilihnya kepemimpinan daerah seluruh Indonesia melalui Pilkada serentak yang jujur, aman, damai dan bermartabat. Lalu yang kedua, polisi mengucapkan terima kasih kepada semua elemen bangsa yang sudah membantu Polri merawat perbedaan preferensi politik masyarakat.

Tapi, tetap dalam semangat kekeluargaan menjaga toleransi dan semangat Kebhinekaan dalam Frame Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan yang ketiga, mengajak kepada seluruh masyarakat bergandengan tangan, menguatkan kembali Kebhinekaan.

Lalu yang keempat, mengucapkan terima kasih kepada segala masukan dan saran kepada Polri dalam merawat demokrasi selama rangkaian proses Pemilu 2024. 

"Kelima, memastikan kembali bahwa Polri bersama TNI, siap menjaga keamanan proses Pilkada serentak 2024-2025 di seluruh Indonesia hingga tuntas," kata dia lagi.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait sanksi bagi aparatur sipil negara (ASN), pejabat desa, pejabat daerah, pejabat negara, serta aparat TNI-Polri yang melanggar netralitas dalam proses pilkada.

Putusan MK memungkinkan dikenakannya sanksi kepada pelanggar, berupa pidana penjara dan denda hingga Rp6 juta sesuai Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015.

Sebelumnya, pasal tersebut tidak menyebutkan secara jelas bahwa pejabat daerah dan aparat TNI-Polri. Namun, setelah putusan MK terbaru, keduanya termasuk dalam pasal tersebut.