KPK Sita Rumah Mewah di Medan Terkait Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan Jakarta Utara
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyitaan kepada salah satu rumah mewah yang ada di Medan, Sumatra Utara terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara yang dilakukan perusahaan milik Pemprov Jakarta Perumda Sarana Jaya tahun 2019-2020.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan bahwa proses penyitaan dilakukan penyidik KPK pada Kamis 14 November 2024 kemarin. Rumah yang disita KPK itu memiliki luas hingga 90 meter persegi.
"Penyidik KPK telah melakukan penyitaan sebuah rumah mewah yang berlokasi di Kota Medan atas nama SS dengan luas 90 M2,” ujar Tessa Mahardhika kepada wartawan, Jumat 15 November 2024.
Tak lupa, kata Tessa, KPK mengucapkan terimakasih kepada semua elemen masyarakat yang membantu dalam melakukan proses penyitaan rumah mewah kasus pengadaan lahan Rorotan.
“KPK menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak dan juga masyarakat yang membantu kelancaran kegiatan penyitaan pada perkara ini,” kata Tessa.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan kepada empat orang dari lima tersangka dalam kasus dugaan rasuah pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Satu orang tersangka lainnya yang tidak ditahan hari ini sudah menjadi terpidana kasus korupsi pengadaan tanah juga.
“Setelah adanya kecukupan bukti permulaan pada proses penyidikan, KPK menetapkan dan mengumumkan lima orang sebagai tersangka,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Rabu 18 September 2024.
Adapun satu tersangka lainnya yang tidak ditahan hari ini yakni mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan. Kemudian, empat tersangka lainnya yang ditahan hari ini yakni mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
KPK menahan empat orang tersangka kasus korupsi pengadaan lahan di Rorotan Jakarta Utara selama 20 hari pertama.
"Terhitung sejak tanggal 18 September 2024 sampai dengan 7 Oktober 2024, penahanan dilakukan di Rutan cabang Gedung KPK Merah Putih,” kata Asep.
Asep menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika Perumda Pembangunan Sarana Jaya ingin berinvestasi soal pengadaan lahan pada 2019 sampai 2021. Kendati saat itu, PT Totalindo Eka Persada menawarkan lahan kepada perusahaan pelat merah tersebut.
Kemudian, tanah tersebut kemudian yang ditawarkan seluas 11,7 hektare. Harga yang dibuka yakni Rp3,2 juta per meter persegi.
Lebih jauh, kesepakatan awal itupun dibeli dengan Perumda Sarana Jaya dengan harga Rp3 juta per meter per segi. Kemudian, harga itupun disepakati tanpa adanya kajian internal lebih dulu.
Penawaran itu tidak mengartikan Perumda Sarana Jaya membeli lahan dengan harga lebih murah. Sebab, kata Asep, harga lahan sekitaran lokasi hanya Rp2 juta per meter persegi.
“Informasi harga wajar sesuai analisis internal dan informasi dari KJPP Wisnu Junaidi,” ucap Asep.
Lantas, tidak normalnya harga yang disepakati itu sudah diketahui oleh Yoory. Tapi, Yoory tak memberikan data dari KJPP ke KPK.
Total, Perumda Sarana Jaya menyepakati Rp371,5 miliar untuk pembelian lahan dengan PT Totalindo Eka Persada. Padahal, lahan itu sejatinya milik PT Nusa Kirana Real Estate.
Atas dasar ini, negara mengalami kerugian sebanyak Rp223,8 miliar. Data itu didapatkan dari laporan investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.