Warga Gugat Tes TOEFL Jadi Syarat Lamar CPNS ke MK

Sidang Putusan Syarat Usia Capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Seorang warga negara Indonesia, bernama Hanter Oriko Siregar menggugat Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia memohon agar syarat Test of English as Foreign Language (TOEFL) ditiadakan saat melamar kerja di perusahaan swasta dan tes CPNS di Indonesia.

Gugatan itu teregistrasi dengan nomor perkara 159/PUU-XXII/2024. Ia menilai tes TOEFL telah menggagalkan dirinya untuk ikut tes CPNS di sejumlah instansi pada tahun 2024.

Dalam permohonannya, ia merasa mampu mengikuti tes CPNS setelah lulus dari perguruan tinggi jurusan ilmu hukum dengan IPK 3,63. Kemudian ia mendaftar untuk mengikuti tes CPNS pada 20 Agustus 2024 dan memilih instansi Mahkamah Agung.

"Namun Pemohon menyadari bahwa adanya persyaratan CPNS di Mahkamah Agung yang mengharuskan peserta CPNS menguasai Bahasa Inggris dengan baik dibuktikan adanya TOEFL dengan nilai score 450 adalah telah menghambat Pemohon untuk dapat melanjutkan pendaftaran CPNS di Mahkamah Agung tahun 2024. Hal itu telah menyebabkan kerugian hak konstitusional Pemohon yang telah dijamin dan dilindungi oleh UUD Tahun 1945," kata dia.

Kemudian, ia mencoba mendaftarkan diri ke lembaga Kejaksaan Agung. Namun, Hanter kembali gagal karena terhalang oleh syarat tes TOEFL tersebut. Hal itu terulang kembali saat dirinya mencoba mendaftar di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Pemohon tidak dapat melanjutkan dikarenakan peserta CPNS dimaksud harus menguasai bahasa Inggris dengan baik yang dibuktikan peserta melampirkan TOEFL sebagai persyaratan mutlak dan yang wajib dilampirkan oleh para peserta CPNS 2024 pada instansi negara tersebut. Atas dasar itu, Pemohon gagal melakukan pendaftaran CPNS 2024 pada instansi negara tersebut. Hal itu telah merugikan hak konstitusional,"  ujarnya.

Maka itu, Hanter menilai adanya persyaratan TOEFL pada tes CPNS Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan KPK itu merugikan konstitusional dengan cara menduakan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.

"Bahwa menjadikan penguasaan bahasa Inggris dengan dibuktikan TOEFL sebagai persyaratan mutlak dan wajib dipenuhi oleh seluruh peserta CPNS tahun 2024 di masing-masing Instansi pemerintahan tersebut adalah sesuatu yang menurut Pemohon telah menistakan konstitusi sebagaimana dalam Pasal 36 UUD Tahun 1945 telah menentukan bahwa Bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia, yang dalam aturan konsiderannya menyatakan bahwa Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa," kata Hanter.

"Oleh karena itu, menjadikan penguasaan bahasa Inggris sebagai syarat mutlak dan yang wajib dikuasai oleh para peserta CPNS 2024 tersebut seolah lebih mendewakan ataupun memuliakan bahasa asing dibandingkan bahasa bangsa sendiri," sambungnya.

Berikut petitum pemohon:

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan secara bersyarat (Conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: 'Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui penempatan tenaga kerja dengan wajib menggunakan Bahasa Indonesia sepanjang pemberi kerja/Perusahaannya berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia';

3. Menyatakan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara bertentangan secara bersyarat (Conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi Pegawai ASN setelah memenuhi persyaratan yang tidak bertentangan dengan konstitusi';

4. Memerintahkan pemuatan Putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia;

Atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).